Fahri Hamzah Tanggapi Kasus Dugaan Suap Komisioner KPU: Korupsi Kejahatan Akal, Beda dengan Begal
Fahri Hamzah memberikan tanggapan atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 yang menyeret Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah memberikan tanggapan atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 yang menyeret Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Melalui akun Twitter pribadinya, Fahri Hamzah mengungkapkan ada ilmu untuk memberantas korupsi.
"Soal @KPU_ID dan @KPK_RI dalam perpektif pemberantasan korupsi itu ada gambar besarnya.
Suatu hari saya bicara. Percayalah korupsi mudah diberantas dan ilmiah saja. Ada ilmunya," ungkapnya, Minggu (12/1/2020).
Baca Juga: ICW Sebut Ada Peran Partai dalam Kasus Dugaan Suap Komisioner KPU Rp 900 Juta oleh Kader PDIP
Korupsi Beda dengan Begal
Mantan Wakil DPR RI tersebut juga kembali menekankan, inti pemberantasan korupsi terletak pada otak, bukan otot.
Fahri Hamzah menyebut kejahatan korupsi adalah kejahatan akal.
Berbeda dengan kejahatan lain yang memerlukan otot seperti pembegalan.
Fahri Hamzah menyebut kunci utama terletak pada proses audit.
"Inti pemberantasan korupsi itu di otak bukan di otot...
karena korupsi adalah kejahatan akal bukan kejahatan fisik.
Faktor akal dominan dalam kejahatan ini beda dengan rompak dan begal.
Saya sudah sering ingatkan persoalan ini. Lihat kasus2 terakhir, kuncinya di audit," ucapnya.
Lebih lanjut, mantan politisi PKS tersebut percaya pada KPK untuk merampungkan tugas pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Saya tetap berharap @KPK_RI optimis bisa menyelesaikan tugasnya...saya percaya.
Dengan kepemimpinan yg anti korupsi maka di negara ini korupsi bisa hilang. Insya Allah," ujarnya melalui tweet lain.
Baca Juga: Kadernya Terseret Kasus Dugaan Suap Komisioner KPU, Ketua DPP PDIP: Pilkada 2020 Kami Tetap Solid
Diketahui sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Wahyu ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK memulai penyidikan seusai OTT Selasa (7/1/2020) lalu.
"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Sebagai penerima, WSE (Wahyu Setiawan) Komisioner Komisi Pemilihan Umum," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020) dilansir Kompas.com.
Sementara itu dalam kasus ini, Wahyu Setiawan disebut meminta dana Rp 900 juta kepada politikus PDIP, Harun Masiku.
Dilansir Kompas.com, hal itu dilakukan agar Wahyu Setiawan membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antar-waktu.
"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR-RI pengganti antar-waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Permintaan Rp 900 juta Wahyu Setiawan kepada Harun, direalisasikan Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 lalu.
Uang tersebut diterima Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fredlina.
Penyerahan uang tersebut dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kemudian pada akhir Desember 2019, Harun menitipkan kembali uang kepada Agustiani sebesar Rp 450 juta.
Direncanakan dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 400 juta akan diberikan ke Wahyu.
Namun, belum sampai ke tangan Wahyu, KPK telah menangkap pihak-pihak terkait melalui operasi tangkap tangan, Rabu (8/1/2020).
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani Tio Fredlina) dalam bentuk dollar Singapura," kata Lili.
Sementara itu KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret Wahyu Setiawan.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful sebagai tersangka.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P/Fitria Chusna Farisa)