MK Dengar Keterangan Ahli Sidang Uji Materi Pemilu Serentak
Sidang uji materi digelar di ruang sidang lantai 2 gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (13/1/2020) sekitar pukul 11.00 WIB.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi perkara permohonan pemilu serentak.
Sidang uji materi digelar di ruang sidang lantai 2 gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (13/1/2020) sekitar pukul 11.00 WIB.
Sidang dipimpin Anwar Usman, selaku Ketua MK, didampingi delapan orang hakim konstitusi lainnya.
Pada Senin ini, sidang beragenda mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh pemohon dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca: Lampu Motor Jokowi Digugat ke MK, Pengamat: Hak Warga Negara Ajukan Upaya Hukum
Perludem mengajukan dua orang ahli, yaitu ahli hukum tata negara Khairul Fahmi dan ahli pemilu sekaligus peneliti senior Perludem, Didik Supriyanto.
Dikarenakan tidak dapat datang ke ruang sidang karena berada di Padang, Sumatera Barat, maka MK menggunakan teknologi Video Conference untuk meminta keterangan Khairul Fahmi.
Sedangkan, pihak MK mengajukan ahli, yaitu akademisi sekaligus praktisi Pemilihan Umum yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum pada priode 2004-2007, Ramlan Surbakti.
Di kesempatan itu, turut hadir jajaran KPU RI, selaku pihak terkait.
Jajaran KPU tersebut yaitu Ketua KPU RI Arief Budiman, didampingi empat komisioner KPU RI lainnya, yaitu Hasyim Ashari, Evi Novida Ginting Manik, Viryan Aziz, dan Pramono Ubaid Thantowi.
Serta, hadir pula pihak pemohon, kuasa hukum dari Presiden RI dan kuasa hukum dari DPR RI.
Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Pilkada) diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perludem, pemohon, menyebutkan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu; Pasal 3 ayat (1), Pasal 201 ayat (7) dan Pasal 201 ayat (9) UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Perkara tercatat di Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Fadli Ramadhanil, kuasa hukum mengatakan sistem pemilu serentak menggunakan model lima kotak tidak sesuai asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Selain itu, kata dia, desain pelaksanaan pemilu lima kotak pada satu hari bersamaan, membuat pemenuhan prinsip pemilu demokratis yang merupakan cerminan dari asas pemilu di Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 telah dilanggar.