Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat, Jaksa Agung Tak Sensitif Kepada Keluarga Korban
ia menilai apa yang disampaikan ST Burhanuddin sangatlah tak sensitif dan dianggap tak menghargai keluarga korban.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait Tragedi Semanggi I dan II bukanlah kasus pelanggaran HAM berat dinilai tak sensitif, terutama pada keluarga korban.
"Pernyataan Jaksa Agung tak sensitif terutama bagi pihak keluarga kasus Semanggi yang sampai saat ini terus mencari keadilan," ujar analis politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (18/1/2020).
Menurutnya, publik pun masih bertanya-tanya mengenakan kasus tersebut. Pasalnya kasus ini sudah sejak lama seolah masih menggantung tanpa ada kejelasan.
Baca: Ibu Korban Sudah Duga Jaksa Agung Akan Sebut Tragedi Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat
Adi juga mempertanyakan apakah ada penyidikan secara transparan terkait kasus tragedi Semanggi dan kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
Oleh karenanya, ia menilai apa yang disampaikan ST Burhanuddin sangatlah tak sensitif dan dianggap tak menghargai keluarga korban. Dimana mereka masih terus mencari keadilan bahkan hampir 20 tahun lamanya.
Baca: Mahfud MD Bakal Berdiskusi dengan Jaksa Agung dan Komnas HAM Bahas Polemik Tragedi Semanggi
"Sementara ada aksi kamisan yang dilakukan sudah hampir 20 tahun oleh aktivis dan kelurga korban yang terus mencari keadilan. Salah satunya kasus Semanggi I dan II," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Hal iti dikatakannnya saat menyampaikan penanganan kasus HAM dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, Kamis (16/1/2020).
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," katanya di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.
Dalam rapat itu, Burhanuddin juga menjelaskan hambatan dalam menyelesaikan kasus HAM.
Baca: Kejaksaan Agung Soal Kasus Semanggi 1 dan 2 Bukan Pelanggaran HAM Berat, Sah-sah Saja
Ia mengatakan hambatan itu karena belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc dan ketersediaan alat bukti yang tidak cukup.
"Penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala, terkait kecukupan alat bukti," katanya.
Tragedi Semanggi merujuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Baca: Pimpinan DPR Respons Jaksa Agung yang sebut Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
Tragedi Semanggi I terjadi pada tanggal 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.
Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.