Imigrasi Salahkan Sistem Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Lalai Catat Kedatangan Harun Masiku
Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham sedang mendalami kelalaian sistem yang tidak mencatat kedatangan caleg PDIP Harun Masiku dari Singapura.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soeta bahwa HM telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada 7 Januari 2020," kata Ronny dalam kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Padahal sebelumnya, Imigrasi menyatakan bahwa Harun sudah bertolak dari Indonesia ke Singapura pada 6 Januari 2020.
ICW sebut KPK dan Kemenkumham tebar hoaks
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebar hoaks terkait keberadaan caleg PDIP Harun Masiku.
Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya menyatakan Harun pergi ke Singapura pada 6 Januari atau dua hari setelah operasi tangkap tangan dalam kasus yang menjerat Harun.
Bahkan Menkumham Yasonna pada 16 Januari memastikan Harun masih berada di Singapura.
"Tidak ada [surat pencekalan]. Pencekalan itu kan kalau dia belum keluar, dia kan sudah keluar sebelum ada permintaan itu. Untuk apa dikirim surat pencekalan orangnya masih di luar," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
"Ini membuktikan bahwa Menteri Hukum dan HAM serta pimpinan KPK telah menebar hoaks kepada publik," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku.
Baca: Warga Tanjung Priok: Yasonna Harus Minta Maaf dalam 2x24 Jam
Bahkan Firli menyatakan KPK akan langsung melakukan penangkapan bila wartawan memiliki informasi terkait keberadaan Harun Masiku.
"Kalau saya sudah tahu, saya tangkap pasti. Kalau Mbak tahu pun, kasih tahu saya, saya tangkap," kata Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Berdasarkan pernyataan tersebut, ICW meminta KPK tak lagi ragu untuk menerapkan pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor, terhadap pihak-pihak yang selama ini menyembunyikan keberadaan Harun.
Baca: Warga Priok Ultimatum Menteri Yasonna Minta Maaf dalam Kurun 2x24 Jam, Jika Tidak . . .
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
"Penting untuk dicatat bahwa perkara ini sudah masuk di ranah penyidikan, maka dari itu, ketika ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan Harun Masiku dengan menebarkan hoaks seperti itu mestinya KPK tidak lagi ragu untuk menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor," tandas Kurnia.