Pengakuan Para Perempuan Indonesia yang Jadi Pengantin Pesanan Pria di China
Kartel pengantin pesanan diduga kuat meraup keuntungan materi sebagai penghubung antara perempuan Indonesia dan pria China.
Editor: Hasanudin Aco
"Masyarakat China sangat patriarkis, yang diutamakan laki-laki, perempuan hanya membantu suami, termasuk dalam pekerjaan. Jika suaminya petani, istri diharapkan ikut bekerja," kata Judha.
Judha menyebut Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing juga tak dapat begitu saja memulangkan mereka yang mengklaim diri sebagai 'pengantin pesanan'.
"Beberapa perempuan Indonesia sudah terdaftar resmi menikah di China, ketika ingin dipulangkan, masalah keluarga harus diselesaikan dulu."
"Jika terikat perkawinan dan tidak ingin melanjutkannya, mereka harus melalui proses perceraian dulu. Kalau tidak, izin keluar tidak akan dikeluarkan pemerintah China. Itu butuh waktu karena ranah keluarga," ucap Judha.
BBC NEWS INDONESIA/Kalimantan Barat, asal sebagian besar pengantin pesanan, merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kalimantan, menurut data Badan Statistik Nasional.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) merupakan salah satu kelompok yang membantu kepulangan pengantin pesanan dari China. Juliana, salah satu aktivis lembaga nonprofit itu, mengaku kerap menggunakan kocek pribadi untuk menebus tiket pesawat para pengantin pesanan.
Juliana berkata, mereka juga kerap bekerja secara klandestin alias secara diam-diam, saat memulangkan perempuan-perempuan Indonesia itu. Sejumlah WNI yang menetap di China, baik mahasiswa atau pekerja profesional, disebutnya, berperan vital dalam proses pemulangan itu.
"Kami bertekad terus membantu para korban, bersama teman-teman, meluangkan waktu kami," ujarnya.
Pegiat SBMI, Iswandi menuturkan pada pekan kedua Januari 2020, satu lagi pengantin pesanan kembali dipulangkan dari China dengan bantuan SBMI. Perempuan berinisial MJ itu berasal dari Kalimantan Barat.