Tak Ada Islamfobia, Komnas HAM Klaim Masyarakat Siap Terima WNI Eks ISIS
Ia mengatakan tak adanya Islamofobia di Indonesia menyebabkan kepulangan WNI eks ISIS diduga lebih mudah diterima oleh masyarakat
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut Indonesia lebih siap menerima kepulangan warga negaranya yang telah terpapar paham radikal atau pernah bergabung ke ISIS daripada negara-negara lainnya seperti Eropa.
Ucapan Anam merujuk kepada wacana pemulangan 600 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS yang terus menuai pro dan kontra.
Anam mengatakan alasan lebih siapnya Indonesia karena tak memiliki Islamofobia atau fobia terhadap Islam yang cenderung dimiliki negara-negara Eropa.
"Indonesia jauh lebih siap daripada Eropa, kenapa Eropa mengambil sikap yang lebih buruk misalnya ya karena sebelum persoalan ISIS mereka punya persoalan yang lain, fobia Islam misalnya," ujar Anam, pascadiskusi 'Eks ISIS Hendak Mudik' di Pizza Kayu Api, The MAJ Senayan, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Baca: Cendikiawan Ini Pro Pemulangan WNI Eks ISIS yang Bakar Paspor RI
Ia mengatakan tak adanya Islamofobia di Indonesia menyebabkan kepulangan WNI eks ISIS diduga lebih mudah diterima oleh masyarakat nantinya. Selain itu, akan memudahkan proses deradikalisasi.
Berbeda halnya dengan negara-negara lainnya yang cenderung memiliki fobia terhadap Islam. Apalagi Indonesia sendiri mayoritas masyarakatnya beragama muslim.
"Indonesia nggak, Indonesia nggak fobia Islam, mana fobia Islam di Indonesia? Orang Indonesia mayoritas muslim. Nah rasio untuk deradikalisasi jauh lebih siap karena kebudayaannya sama," kata dia.
Namun, Anam mengingatkan agar masyarakat tak memberikan stigma kepada para WNI eks ISIS apabila pemulangan benar-benar dilakukan.
Menurut Anam hal itu dapat membuat mereka merasa terasing dan justru semakin tenggelam dalam paham radikal yang sebelumnya diterima.
"Masyarakatnya jangan menstigma mereka. Semakin stigma, semakin jauh, semakin terasing mereka, dan ideologinya semakn mengkristal itu juga bahaya bagi kita," tandasnya.