Bikin Gaduh Sebut Agama Adalah Musuh Pancasila, Kepala BPIP Harus Minta Maaf
"Jika benar dia mengucapkan kalimat tersebut, saya rasa merupakan ungkapan yang sesat dan menyesatkan," tegas HM Darmizal.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi dituntut meminta maaf secara terbuka sekaligus memberikan klarifikasi atas ucapannya yang menyebut agama adalah musuh terbesar Pancasila.
"Jika benar dia mengucapkan kalimat tersebut, saya rasa merupakan ungkapan yang sesat dan menyesatkan. RèJO meminta Presiden Jokowi untuk menegur keras Kepala BPIP," kata Ketua umum Relawan Jokowi (ReJO) HM Darmizal MS melalui pesan elektroniknya, Rabu 12 Januari 2020.
Darmizal menegaskan, ucapan tersebut berpotensi menciptakan kegaduhan yang mengganggu stabilitas pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Karena itu dia harus segera melakukan klarifikasi dan meminta maaf secara terbuka supaya publik paham apa yang dia maksud secara utuh," tegas Darmizal.
Darmizal menambahkan, pemimpin negeri harus tampil sejuk dan menyejukkan di depan masyarakat. Artinya, pejabat harus menghentikan ucapan yang bernuansa propaganda atau ungkapan yang tidak semestinya diucapkan.
Baca: New Carry Pick Up Versi Lebih Mewah Diperkirakan Akan Tampil di Arena GIICOMVEC
Dia mengingatkan, BPIP sebagai benteng Pancasila seharusnya menanamkan nilai-nilai kebaikan yang dilandasi mulianya ajaran agama dan budaya luhur bangsa.
"Sudah sangat jelas, bahwa agama sebagai inspirasi utama lahirnya Pancasila, sebagaimana yang dicantumkan sebagai sila pertama Pancasila. Pemimpin tidak boleh menggulirkan pernyataan kontroversi yang berpotensi menciptakan kegaduhan," tandasnya.
"Saat ini bangsa Indonesia sedang berjuang mempercepat pembangunan dengan lompatan panjang dalam segala bidang. Maka diperlukan keselarasan dan akselarasi dalam segala hal pula," ujarnya.
"Setiap kegaduhan akan menghambat capaian sebagaimana visi nya bapak Presiden," lanjut Darmizal.
Sebelumnya, Yudian dalam sebuah wawancara dengan media online menyebut Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterima oleh mayoritas masyarakat.
Dia menunjuk dukungan dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah untuk Pancasila sejak era 1980-an.
Tapi memasuki era reformasi, asas-asas organisasi termasuk partai politik boleh memilih selain Pancasila, seperti Islam. Hal ini sebagai ekspresi pembalasan terhadap Orde Baru yang dianggap semena-mena.
"Dari situlah sebenarnya Pancasila sudah dibunuh secara administratif," kata Yudian.
Yudian mensinyalir, belakangan ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.
Mereka antara lain membuat ijtima' ulama untuk menentukan calon wakil presiden. Ketika manuver tersebut hasilnyha kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politisi yang disokongnya mereka kecewa.
"Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," sebut Yudian yang kini juga tercatat sebagai rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta tersebut.