Temuan Unsur Cesium 137 di Perumahan Tangerang Tak Separah Temuan Chernobyl Tahun 1986
Temuan paparan radiasi nuklir yang terjadi saat ini, dipastikan berbeda dengan bencana Chernobyl yang terjadi lebih dari 30 tahun lalu.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa temuan paparan radiasi nuklir di Komplek Perumahan Batan Indah Serpong, Tangerang, Banten, mengingatkan publik tentang apa yang terjadi di Chernobyl pada 1986 silam.
Kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl itu diketahui memiliki unsur Cs 137 yang diduga juga ditemukan di komplek Perumahan Batan Indah.
Namun temuan yang terjadi saat ini, dipastikan berbeda dengan bencana Chernobyl yang terjadi lebih dari 30 tahun lalu.
Lalu seperti apa tanggapan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia?
Kepala Biro Hukum, Kerja Sama dan Komunikasi Publik Bapeten, Indra Gunawan mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara dua peristiwa itu.
Menurutnya, temuan yang ada di kompleks perumahan Tangsel saat ini, wilayah terpapar radioaktifnya hanya seluas 10 meter x 10 meter.
"Ini kemungkinan tidak akan meluas ya, skalanya berbeda, hanya pada radius 10 meter kali 10 meter yang ada di lokasi saja," ujar Indra, kepada wartawan, Sabtu (15/2/2020).
Menurutnya, unsur ini akan mendekati titik normal pada wilayah yang ada di luar wilayah paparan, sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
"Semakin jauh dari lokasi yang terpapar itu, semakin turun unsurnya dan mendekati paparan normal, artinya tidak ada masalah," jelas Indra.
Sebelumnya Bapeten juga telah mengeluarkan pernyataan resminya pada 14 Februari 2020 terkait temuan ini.
"Bapeten dan Batan telah mengambil sampel tanah di sekitar lokasi untuk dilakukan analisa lebih lanjut di laboratorium PTKMR-BATAN," kata Indra, dalam keterangan tertulisnya.
Kemudian berdasar hasil analisa di laboratorium dan juga hasil pengukuran laju paparan sebelumnya, tim gabungan dua LPNK ini pun melakukan upaya pencarian sumber yang diduga menjadi penyebab kenaikan laju paparan itu.
"Kegiatan pencarian telah dilaksanakan pada tanggal 7 dan 8 Februari 2020 yang menemukan beberapa serpihan sumber radioaktif," jelas Indra.
Lalu setelah dilakukannya pengangkatan serpihan sumber radioaktif tersebut dan pemetaan ulang, dua lembaga ini menemukan terjadinya penurunan laju paparan radiasi.
Baca: Tuduhan Makar Tidak Terbukti, Pemuda Pengancam Jokowi dan Wiranto Akhirnya Menghirup Udara Bebas
Baca: Fakta Wisata Seks Halal Kawin Kontrak di Puncak, Terbongkar Lewat Youtube, Tarif Capai Rp 10 Juta
Kendati demikian, nilai ambang batasnya masih berada di atas normal.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kontaminasi yang sifatnya menyebar di area tersebut.
"Maka perlu dilakukan kegiatan dekontaminasi dengan cara pengambilan atau pengerukan tanah yang diduga telah terkontaminasi dan pemotongan pohon atau pengambilan vegetasi yang terkontaminasi," papar Indra.
Bapeten, kata Indra, telah secara resmi menemui pengurus lingkungan perumahan Batan Indah untuk menjelaskan kronologi kejadian serta tindakan yang akan diambil oleh tim gabungan.
"Tim gabungan ini telah mengambil sampel vegetasi, tanah, dan air sumur di sekitar lokasi untuk memastikan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang atau terjadi pencemaran," tutur Indra.
Kegiatan dekontaminasi pun telah dilakukan BATAN dengan mengeruk tanah dan memotong pohon atau tanaman di area itu.
Tentunya langkah ini dilakukan dengan didampingi tim dari Bapeten sebagai lembaga pengawasnya.
Material yang diambil selanjutnya dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) milik Batan untuk diolah lebih lanjut.
Sementara itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pun mengakui telah mencoba melakukan clean up (pembersihan) area di wilayah yang terpapar itu.
Paparan radiasi di wilayah tersebut dinyatakan berada diatas ambang batas, setelah diketahui oleh Bapeten.
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Batan, Heru Umbara mengatakan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Bapeten pasca temuan tersebut.
"Saat ini Batan sedang melakukan clean up di sekitar area terpapar," ujar Heru di lokasi terpaparnya radiasi, Sabtu (15/2/2020).
Baca: Raup Pendapatan Rp 6,6 M, Pelaku Praktik Aborsi di Klinik Jalan Paseban Ternyata Pecatan PNS Dokter
Baca: Makanannya Enak dan Sehat, Berat Badan Caren Bertambah Usai Jalani 14 Hari Masa Observasi di Natuna
Bapeten memang meminta Batan untuk membantu proses pembersihan dan analisis material yang diduga menjadi penyebab tingginya paparan radiasi di wilayah itu.
Proses ini dilakukan melalui berbagai fasilitas laboratorium dan pengolahan limbah radioaktif.
Heru menambahkan pihaknya telah berupaya untuk melakukan proses clean up dengan mengambil sumber pemapar yang memancarkan radiasi di atas ambang itu.
Selain itu, juga mengambil seluruh vegetasi dan tanah untuk kemudian dilakukan pengujian di fasilitas yang dimiliki Batan.
"Dari hasil clean up itu, bahan penyebab paparan radiasi telah ditemukan bercampur dengan tanah. Temuan itu saat ini sedang dianalisis di laboratorium Batan," jelas Heru.
Proses clean up, disebut sebagai upaya pertama yang harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan agar tidak terpapar radiasi.
Melalui proses awal ini, Batan memperoleh vegetasi dan tanah yang dimasukkan ke dalam 52 drum berkapasitas 100 liter.
Heru menjelaskan, setelah dilakukan proses clean up, didapatkan penurunan paparan radiasi sebesar 30 persem dari 149 mikro sivet per jam.
Pengecekan terakhir itu dilakukan pada Sabtu dini hari yakni 98,9 mikrosivet per jam.
Menurutnya, proses pembersihan ini masih akan terus dilanjutkan hingga wilayah komplek tersebut dinyatakan aman dari paparan radiasi nuklir.
"Proses clean up ini akan terus dilanjutkan sampai area tersebut benar-benar bersih dan tidak membahayakan bagi warga dan lingkungan," tegas Heru.
Baca: Ahli Australia Ungkap Alasan Ini yang Memungkinkan Indonesia Tak Dapat Deteksi Virus Corona
Baca: Dana BOS Bisa Digunakan untuk Membayar Guru Honorer, Tapi Ada Syaratnya
Terkait lama proses dari upaya clean up ini, ia memperkirakan akan dilakukan hingga 20 hari ke depan, yakni terhitung sejak tanggal 12 februari 2020.
Namun pihaknya berharap wilayah itu bisa dinyatakan bersih sebelum mencapai target 20 hari pembersihan.
Heru menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan upaya pengecekan whole body counting kepada warga di wilayah itu.
Hal ini tentu saja untuk mengetahui seberapa besar dampak kontaminasi.
Terkait peristiwa temuan radiasi ini, ia pun mengimbau agar masyarakat tidak panik.
Karena dirinya memastikan peristiwa ini telah ditangani oleh pihak yang memiliki kompetensi.
Namun satu catatan yang diberikan Heru, warga dilarang memasuki area yang telah diberi tanda 'terkontaminasi'.
"Warga diharapkan melakukan aktivitas seperti biasa saja, asal tidak masuk ke dalam area yang sudah diberi tanda terkontaminasi. Paparan radiasi ini bila dikelola dengan baik tidak akan membahayakan keselamatan warga," pungkas Heru.
Perlu diketahui, Cesium (Cs) 137 atau massa atom 137 merupakan isotop radioaktif Cesium yang lebih berat, sedangkan yang bentuknya paling stabil adalah Cs 133.
Berciri putih keperakan, lunak dan mudah ditempa, menjadikan Cs 137 sebagai salah satu dari sedikit logam yang pada suhu kamar berwujud cair.
Cs 137 paling umum diproduksi sebagai produk sampingan dalam reaksi fisi uranium dan plutonium di pembangkit nuklir.