Tudingan Oligarki Politik Menguat Tak Relevan dan Cenderung Tendensius
Politisi Partai NasDem Willy Aditya menilai, oligarki hanya relevan di alam demokrasi yang tertutup.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil riset Nagara Institute yang menyebutkan tentang menguatnya oligarki politik di alam demokrasi Tanah Air dipandang tidak relevan.
Politisi Partai NasDem Willy Aditya menilai, oligarki hanya relevan di alam demokrasi yang tertutup.
Sementara Indonesia menganut sistem politik yang terbuka.
Willy mengatakan, riset dari lembaga yang digawangi oleh Akbar Faizal ini sangat tendensius.
"Jadi risetnya tidak relevan, dan cenderung tendensius. Saya tidak tahu mengapa Bung Akbar melakukan riset semacam itu. Padahal semasa di NasDem tidak ada hal yang diskriminatif terhadapnya. Tapi it's okelah. Itu hak dia," kata Willy di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Baca: Politikus Partai NasDem Pertanyakan Metodologi Survei Nagara Institute
Willy menjelaskan, keterbukaan alam demokrasi di Indonesia telah memberikan ruang kepada seluruh warga untuk berkontestasi di ruang politik.
Bahwa kemudian yang terpilih adalah mereka yang kebetulan memiliki hubungan pejabat publik tertentu, itu soal yang berbeda.
"Jadi semua orang memiliki hak yang sama, equal rights, saat berkontestasi di ruang pemilu maupun pilkada. Apakah hak itu hanya dimiliki oleh mereka yang punya hubungan atau kedekatan dengan pejabat publik?" kata Willy.
Selain itu, UU juga tidak melarang seorang kerabat pejabat publik untuk ikut kontestasi demokrasi.
"Itu bahkan MK yang memutuskan. Padahal saat itu DPR memiliki produk yang cukup progresif terkait isu dinasti politik. Tapi dianulir oleh MK. Itulah kenyataannya," katanya.
Bagi Willy, apa yang terjadi di alam demokrasi Indonesia adalah keniscayaan atas sistem politik dan demokrasi yang berlaku di Indonesia.
Para kontestan hanya mengoptimalkan peluang-peluang yang ada.
Secara retorik, Willy mempertanyakan pemaknaan oligarki oleh Nagara Institute.
Soal kedekatan atau hubungan mereka yang terpilih sebagai anggota DPR dengan pejabat publik, itu bukanlah oligarki.
"Apa sih oligarki itu? Kalau yang dimaksud adalah oligarki adalah pemerintahan segelintir orang, apa itu terjadi saat ini? Kalau yang dimaksud adalah persekongkolan, apakah terjadi persekongkolan dari mereka yang dekat dengan pejabat publik?" katanya.
Baca: MAKI: Apa Susahnya Tangkap Harun Masiku?
Lagi pula, menurut Willy, jumlah yang diidentifikasi oleh Nagara tergolong dan tidak mencerminkan adanya oligarki.
"Angka 17 persen adalah angka yang kecil. Dan justru itu membantah simpulan yang disampaikan oleh Nagara sendiri soal oligarki ini," ujarnya. (*)