Komnas Perempuan Nilai RUU Ketahanan Keluarga Kembali seperti Istilah Jawa: Sumur, Dapur, Kasur
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad bahkan mempertanyakan 'desakan' apa yang membuat DPR mengusulkan RUU tersebut.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan undang-undang (RUU) ketahanan keluarga baru-baru ini menjadi ramai.
RUU yang merupakan usulan DPR itu masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.
Di dalam bahan RUU tersebut ada sejumlah pasal yang menjadi 'kontroversional'.
Di antaranya adalah wajib lapor penyimpangan seksual, seperti pelaku LGBT, sadisme, masokisme, dan incest.
Tidak hanya itu saja, dalam RUU tersebut juga diatur mengenai kewajiban suami dan istri dalam rumah tangganya.
Baca: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Ditolak Berbagai Pihak, Jokowi: Masyarakat Masih Bisa Beri Masukan
Publik menilai beberapa pasal dalam RUU tersebut benar-benar mengatur 'hak privasi rumah tangga' seorang keluarga.
Hal tersebut juga yang mendasari penilaian dari Komnas Perempuan atas RUU tersebut.
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad bahkan mempertanyakan 'desakan' apa yang membuat DPR mengusulkan RUU tersebut.
Pasalnya menurut Bahrul, tidak ada hal baru yang diatur di dalam RUU itu.
"Untuk apa (RUU Ketahanan Keluarga) dibuat? Kan gitu."
"Bingung juga, ngapain harus berpikir soal itu? Padahal ini sudah ada spiritnya di UU lain," kata Bahrul saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/2/2020).
Baca: 4 Pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga: Peran Pasutri Diatur, Wajib Lapor Aktivitas Seksual
Bahrul menilai aturan dalam RUU Ketahanan Keluarga sudah ada yang tertuang di dalam UU lain.
Misalnya di UU Nomor 1 tahun 1974 sudah diatur relasi dalam keluarga khususnya suami dan istri.
"Sebenarnya kan RUU Ketahanan Keluarga ini sudah ada diatur dalam UU yang sudah ada secara substansi kebanyakan."