Komnas Perempuan Nilai RUU Ketahanan Keluarga Kembali seperti Istilah Jawa: Sumur, Dapur, Kasur
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad bahkan mempertanyakan 'desakan' apa yang membuat DPR mengusulkan RUU tersebut.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Ifa Nabila
"Misalnya di Kompilasi Hukum Islam itu juga sudah ada. Kemudian di UU KDRT juga ada sudah diatur," tuturnya.
Bahkan menurut Bahrul, aturan dalam RUU Ketahanan Keluarga justru bersemangat 'patriarki'.
Seperti di dalam istilah orang Jawa, yakni perempuan harus memberi pelayanan di dapur, sumur, kasur.
Tanggapan pihak pengusul
Untuk itu, kebenaran adanya pro kontra dari masyarakat terkait RUU Ketahanan Keluarga memang dirasa wajar.
Sementara itu anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Ali Taher Parasong yang menjadi salah satu pengusul RUU itu angkat suara.
Ali Taher membenarkan dalam sejumlah kritik jika pro kontra usulan RUU adalah hal yang wajar.
Di lain hal, menurut Ali, saat kondisi sosial masyarakat Indonesia dalam hubungan perkawinan berada dalam kondisi yang rapuh.
Dasarnya adalah meningkatnya angka perceraian perkawinan dari tahun ke tahun.
"Kalau ini tingkat perceraian sekarang rata-rata kabupaten itu tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Hal itulah yang mendasari Ali Taher bahwa negara perlu hadir guna menyelesaikan persoalan ini.
Satu di antara pemecahan solusinya adalah dengan membuat RUU Ketahanan Keluarga.
"UU itu menjadi sangat penting bagi kita untuk dilanjutkan agar persoalan ketahanan keluarga ini bisa menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh keluarga," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Tsarina Maharani/Dani Prabowo)