Fokus Menaker Ida Fauziyah,Tingkatkan Kompetensi SDM Agar Diterima di Pasar Kerja
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri pun mayoritas bekerja sebagai pekerja domestik
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) salah satu intruksinya kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, pada peningkatan kompetensi sumbernya manusia (SDM) Indonesia.
Angka pengangguran di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 7 juta jiwa.
Baca: Menaker Ida Fauziyah: Restu Orang Terdakat Saya Membuat Jalan Menjadi Mudah
Salah seorang Srikandi di Kabinet Indonesia Maju ini tak memungkiri, kementerian yang ia pimpin memiliki pekerjaan yang tidak mudah.
Tentu saja, dalam mengimplementasikan visi misi presiden yang harus dijalankan lima tahun ke depan.
Baca: Menaker Ida Fauziah Minta Perusahaan Optimalkan Training Center
Ia mengungkap, angkatan kerja yang bekerja di Indonesia dan luar negeri saat ini didominasi oleh masyarakat yang tingkat pendidikannya Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah atau low skill.
Baca: Kemnaker Ajak Pemda Tingkatkan Produktivitas dan Daya Saing Pekerja
"57,5 persen, mereka itu pendidikannya SMP ke bawah. Untuk penempatan dalam negeri dan luar negeri, dengan tingkat pendidikan seperti itu mereka berada pada low skill," kata Ida Fauziyah saat diwawancarai khusus oleh Tribun Network di kantornya, Rabu (4/3/2020).
Dengan profile demikian, berkaitan dengan dunia kerja, kompetisi dan produktivitas yang dihadirkan Indonesia di dunia internasional menjadi rendah.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri pun mayoritas bekerja sebagai pekerja domestik.
Misalnya pekerja rumah tangga (PRT), lanjutnya yang tak memerlukan keahlian tertentu.
"PMI kita didominasi oleh mereka yang low skill semacam domestic workers, seperti PRT yang tidak memerlukan skill tertentu," kata Ida Fauziyah.
Baca: Menaker: RUU Cipta Lapangan Kerja Bisa Berubah Apabila Pasalnya Tidak Aspiratif
Semetara mayoritas pengangguran di Indonesia bergelar sarjana. Menurutnya, hal ini terjadi karena kompetensi yang dimiliki pengangguran yang bergelar sarjana tersebut tidak kompatibel dengan pasar kerja.
"Jadi yang nganggur itu pendidikannya tinggi, SMA sampai perguruan tinggi.