Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

WALHI: Bersengketa dengan Perusahaan Sawit, 3 Warga Kalteng Jadi Tersangka

Polisi sudah menetapkan tatus tersangka kepada ketiganya, masing-masing bernama Hermanus, Dilik dan Pak James Watt.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
zoom-in WALHI: Bersengketa dengan Perusahaan Sawit, 3 Warga Kalteng Jadi Tersangka
KOMPAS IMAGES
ILUSTRASI 

"Sebenarnya kasus ini bukan hanya terpatok pada 117 Ha, karena yang dilanggar oleh perusahaan itu 1.800-an hektar yang di luar HGU dan IUP mereka."

"Jelas-jelas perusahaan ini telah melanggar hukum. Tapi terjadu pembiaran dan ini harus ditindak. Karena kalau dibiarkan akan ada banyak perusahaan yang berperilaku sama," kata Dimas.

WALHI juga mencatat pada Oktober 2010 dan Agustus 2011 Bupati Kota Waringin Timur mengekuarkan surat peringatan kepada PT HMBP Nomor: 525/423.a/Ek.SDA/VIII/2011 yang pada intinya menyatakan PT HMBP telah bekerja di luar HGU.

Bupati mendesak agar PT HMBP mengembalikan lahan kepada masyarakat dan memberikan peringstan kepada PT HMBP untuk tidak melakukan pekerjaan di luar lokasi izin.

Pada 9 Maret 2011 Komnas HAM telah menyampaikan surat kepada Direktur PT HMBP untuk menindaklanjuti surat dari Bupati Kota Waringin Timur atas pengaduan dari desa yang berpotensi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 2 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Rekomendasi Pansus DPR, Rekomendasi dari Kabupaten, hasil gelar perkara yang digelar BPN, itu semua dokumentasinya juga ada," kata Dimas.

Selain itu ia mengatakan legal manager perusahaan sudah membuat pernyataan di atas materai yang menyatakan "mengembalikan lahan tersebut/mitra".

Berita Rekomendasi

"Karena bahasanya seperti itu maka warga memilih lahan itu dikembalikan. Kenapa? Karena kalaupun pola mitra itu mau jadi apa? Sawit yang sudah ditanam itu sudah sejak 2006. Hingga saat ini sudah berapa belas tahun itu?" kata Dimas.

WALHI mencatat sejumlah kerugian warga diantaranya warga telah kehilangan tanah adat sejak tahun 2006 sampai saat ini.

Sebuah balai keramat dan lima rumah wagra dirobohkan pada lokasi yang diklaim perusahaan.

Warga juga tidak bisa lagi mengakses likasi lahan sengketa dan akses yang ke lokasi dijaga ketat oleh satpam dan oknum anggota Brimob.

Warga yang rumahnya berada di tengah lokasi lahan perkebunan kini tidak bisa pulang serta anak-anaknya tidak bisa sekolah karena akses jalan telah ditutup dan dijaga pihak keamanan.

Selain itu pondok warga yang ada dilokasi lahan sengketa dihancurkan sekua oleh oknum aparat bersama petugas keamanan PT HMBP.

Meski begitu, hingga berita ini ditulis, Tribunnews.com belum mendapatkan konfirmasi baik dari PT HMBP atau pihak kepolisian setempat. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas