Sujiwo Tejo Curcol ke Tika Bisono di ILC, Malu pada Teman Berpenampilan Sangar yang Bisa Didik Anak
Sujiwo Tejo ungkap ke Psikolog Tika Bisono temannya yang beratato malah lebih mamppu mendidik anak dengan baik dibanding dirinya.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Budayawan Sujiwo Tejo sempat curcol pada Psikolog Tika Bisono dan mengaku malu pada temannya yang berpenampilan sangar.
Pasalnya, teman Sujiwo tersebut ternyata lebih mampu untuk mendidik anak dibanding Sujiwo dan orang-orang lain yang berpenampilan santun.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkap Sujiwo dalam tayangan unggahan YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC), Rabu (11/3/2020).
Awalnya, Tika tengah membahas fenomena remaja NF (15) yang membunuh tetangganya, APA (6) di Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Tika kemudian menyorot pola asuh orangtua zaman sekarang yang kurang perhatian terhadap anak dan mengandalkan gadget.
Menanggapi hal itu, Sujiwo merasa resah lantaran orangtua zaman sekarang beda dari zamannya dulu.
Sekarang orangtua bekerja jauh dan lebih lama dari orangtua zaman dulu yang bisa dengan mudah menghabiskan waktu dengan anaknya.
Baca: Sujiwo Tejo Tak Berani Usik Mertua yang Manjakan Anak, Tika Bisono: Itu Kan Anak Bapak Ibunya
Baca: Sujiwo Tejo Resah soal Ortu Beri Gadget ke Anak, Tika Bisono Tegaskan: Itu Menghancurkan Anak
Menurut Sujiwo, lantaran kesibukan para orangtua, mereka akhirnya menjadi lunak dan memberikan apapun yang diminta buah hatinya, termasuk gadget.
Jika orangtua sudah bersikap tegas pun, bisa jadi ada orang terdekat sang anak yang tetap memanjakannya.
"Sekarang rata-rata orangtua ketemu anak satu minggu artinya dengan rasa bersalah, artinya apapun dituruti," kata Sujiwo.
"Nah itu gimana ke depannya? Banyak teman saya punya prinsip enggak ada yang kasih anaknya gadget sebelum SMP, tahunya sudah ada gadget, dikasih kakeknya. Siapa yang berani sama mertua?" imbuhnya.
Menanggapi pertanyaan Sujiwo, Tika menyebut tindakan lunak orangtua terhadap anak sebagai kesalahan fatal yang bisa menghancurkan anak.
"Jadi memang ini kan fenomena orangtua bekerja, bapak ibu karena kita menghindari rasa bersalah, jadi kita lebih permisif ke anak," jawab Tika.
"Sebenarnya pola asuh permisif itu salah besar bapak ibu, karena apa-apa diperbolehkan. Maksudnya sih sayang anak, tapi ternyata itu menghancurkan anak," terangnya.
Tika kemudian memberi gambaran para orangtua yang bisa dengan mudah mengakses konten porno di internet, begitu juga dengan anak-anak.
Tika mengaku dirinya pernah mempraktikkan fitur di televisi digital untuk membatasi akses anak terhadap konten dewasa.
Sementara tidak semua gadget mendukung fitur tersebut.
Baca: Kumpulan Pesan dan Gambar Siswi SMP Pembunuh Bocah 6 Tahun, Ada Lirik Lagu Billie Eilish
Baca: Misteri ABG Pembunuh Bocah di Jakpus, Azham Khan: Kepolisian Tidak Jelaskan Motif Pembunuhan
Maka dari itu, Tika mengingatkan para orangtua untuk selalu mendampingi tumbuh kembang anak.
Jika orangtua terlalu sibuk, maka bisa menitipkan anak pada orang terpercaya dan pastikan memiliki tingkat kedisiplinan yang sama.
"Intinya sih kalau memang orangtua ini merasa bersalah, (misal) dititipkan ke orang, bisa siapa saja yang di rumah, ini disiplinnya harus sama," ucapnya.
Tika kemudian menyinggung ucapan Sujiwo tentang bagaimana jika yang memanjakan sang anak adalah mertuanya.
Ia menegaskan, anak-anak tersebut adalah anak dari orangtua masing-masing yang memiliki hak untuk mendidik, sehingga tak perlu takut dengan mertua.
"Tadi Mas Jiwo bilang 'Siapa yang berani sama mertua?' itu terus terang saja, anak-anaknya bukan anak-anak mertua loh, anaknya bapak ibunya," kata Tika.
Meski demikian, Tika menyadari ada dilema orangtua terhadap mertua, terlebih jika masih hidup bersama dan dibiayai mertua.
Tika tetap menegaskan, orangtua tak seharusnya membiarkan anak-anak mereka dirawat oleh orang-orang dengan tingkat kedisiplinan yang berbeda, meski itu adalah mertua.
Pola asuh anak yang salah nantinya bisa menghancurkan anak itu sendiri.
"Tapi buat saya sih kalau sampai itu dilepas, orangtua itu memang secara sistemik menghancurkan anak dengan pola asuh yang salah," tegas Tika.
"Buat saya, pola asuh orangtua zaman dulu, bapak ibu, yang ada gemblengannya kuat, itu masih yang terbaik."
"Penggembelengan itu enggak sama dengan bullying loh ya, jadi jangan disamakan," sambungnya.
Tika menyebutkan contoh orangtua yang mengizinkan anak bermain gadget asalkan gadget bukan milik pribadi, sehingga harus seizin orangtua.
Bagi Tika, pembatasan penggunaan gadget ini tidak akan menyengsarakan anak, terlebih jika sudah terbiasa.
"Dan untuk orangtua yang bekerja, andalkan aturan yang ketat, jadi misalnya anak-anak 'Ma, cepat pulang, mau pinjam gadget nih'," kata Tika.
"Enggak apa-apa mereka ngomong gitu, karena memang hanya bisa buka gadget pas bapak ibunya sudah pulang."
"Kenapa? Mereka kasihan? Mereka sengsara? Enggak juga, masih ada TV," tuturnya.
Sujiwo kemudian curcol soal temannya yang juga menerapkan aturan ketat pada anaknya meski berpenampilan sangar.
"Kenapa yang keras justru orang-orang yang kelihatannya enggak santun. Yang tatoan-tatoan itu, yang oleh orang-orang dienyek, justru keras ke anaknya," ujar Sujiwo.
Sujiwo menyebutkan contoh temannya yang bisa membuat anak usia 7 tahun menjadi patuh dan selalu meminta izin orangtua bahkan hanya untuk menonton televisi.
Ia mengaku malu sebagai orang yang tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat namun malah tidak mampu untuk mendisiplinkan anak dengan baik.
"Ada teman saya di Salatiga, saya kaget, mau nonton TV saja izin ibunya, umur 7 tahun," kata Sujiwo.
"'Mama boleh (nonton TV)?' 'Oke, boleh National Geographic setengah jam'. Kita kalah semua orang yang kelihatannya santun, bebas anaknya," imbuhnya.
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)