Demokrat Menolak Ambang Batas Parlemen Dinaikkan Jadi 7 Persen
Partai Demokrat menilai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 7 persen akan mengikis suara rakyat dalam menentukan wakilnya di parlemen.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menilai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 7 persen akan mengikis suara rakyat dalam menentukan wakilnya di parlemen.
"Esensi kedaulatan itu adalah hak asasi dipilih dan memilih sesuai dengan pilihannya, termasuk partai mana yang dipilih," ujar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan saat dihubungi di Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Menurut Hinca, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden PKS Mohammad Sohibul Iman dalam pertemuannya tadi malam juga sepakat menolak ambang batas parlemen dinaikkan jadi 7 persen.
"Pembatasan parliamentery itu tidak boleb dilakukan dengan niat untuk mengesampingkan, atau tidak memberikan kesempatan partai-partai politik mempresentasikan kedaulatan rakyat yang memilih dirinya," tutur Hinca.
Baca: SBY Dorong Kadernya di Parlemen Tagih Pimpinan DPR Bentuk Pansus Jiwasraya
Ia menilai, ambang batas parlemen 4 persen pada saat ini sudah realistis dengan keberagaman masyarakat yang ada di Indonesia.
"Negara kita sangat beragam, maka representasi masyarakat yang beragam itu tidak baik jika hanya satu atau dua partai saja (di parlemen), seperti yang lalu-lalu," ucap Hinca.
Selain itu, SBY dan Sohibul juga membahas ambang batas partai politik dalam mencalonkan Presiden atau presidential threshold.
"Kami menginginkan presidential threshold ini 0 persen. Jadi, partai politik yang lolos ke parlemen secara otomatis berhak mengajukan calon presiden, seperti 2004 lalu," ucap Hinca.