Presiden Jokowi Diingatkan Jangan Sampai Terapkan Darurat Sipil
"Sebab itu saya berharap agar provinsi, kabupaten dan kota sesuai UU yang ada silakan berkoordinasi dengan ketua satgas COVID-19 agar semuanya
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA-Dalam konferensi persnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi ) mengatakan telah menyiapkan sejumlah opsi dalam menghadapi Pandemi Corona. Meskipun, saat ini telah memilih opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, pemerintah juga menyiapkan opsi darurat sipil.
"Semua skenario itu kita siapkan dari yang ringan, dari yang moderat, sedang maupun yang terburuk," kata Presiden, Selasa, (31/3/2020).
Baca: Resmi Ditetapkan Jokowi, Penjelasan soal Darurat Kesehatan Menurut Undang-undang
Opsi Darurat sipil, kata Presiden, disiapkan sebagai antisipasi apabila terjadi keadaan yang abnormal. Darurat sipil belum diberlakukan sekarang ini. "Tapi kalau kondisi sekarang ini tentu saja tidak," katanya.
Presiden mengatakan telah menandatangani peraturan pemerintah serta Keppres sebagai aturan pelaksana status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Presiden berharap peraturan tersebut dapat segera dilaksanakan.
Baca: Penurunan Volume Penumpang Capai 80%, PT KAI Batalkan 44 Perjalanan Kereta Keberangkatan Jakarta
"Sebab itu saya berharap agar provinsi, kabupaten dan kota sesuai UU yang ada silakan berkoordinasi dengan ketua satgas COVID-19 agar semuanya kita memiliki sebuah aturan main yang sama yaitu UU PP dan Keppres yang tadi baru saja saya tanda tangani," pungkasnya.
Terkait opsi darurat sipil, anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin mengingatkan presiden. Ia mempertanyakan kebijakan itu jika diambil Presiden. Ia mempertanyakan hubungan darurat sipil dengan pandemi virus corona di Indonesia.
"Status darurat sipil atau militer merujuk pada Perppu No 23/1959 tentang Pencabutan UU No. 74/1957 (Lembaran Negara No 160/1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya," politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan.
Baca: Begini Cara Wali Kota Solo FX Rudy Perlakukan Para Pemudik Nekat
Menurut Hasanuddin, apakah dasar hukum darurat sipil dapat digunakan mengingat acuan darurat sipil yang ada belum memadai untuk kasus Covid-19. "Perppu 23/1959 tidak mengatur kondisi bencana pandemik/wabah penyakit. Perppu 23/1959 mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan perang, bencana perang, pemberontakan, kerusuhan dan bencana alam," ujar dia.
Ia juga mengungkapkan Perppu 23/1959 memiliki semangat militeristik dan tersentral kepada Pemerintah Pusat sebagai Penguasa Darurat Sipil / militer. Hasanuddin menegaskan, dalam hal ini Pasal 1 ayat (1)c tentang keadaan khusus dan keadaan bahaya negara tidak memiliki penjelasan yang cukup jelas/multitafsir.
"Perlu kebutuhan untuk menyusun parameter ketat dalam mengklasifikasi “keadaan khusus” atau keadaan yang berbahaya bagi negara," ungkapnya.
Baca: Jokowi: Darurat Sipil Disiapkan Apabila Keadaan Abnormal
Ia menilai, bila dilihat rohnya Perppu 23/1959 itu murni semacam pemulihan keamanan usai pemberontakan, kerusuhan atau akibat bencana alam yang dikhawatirkan dapat membahayakan hidup Negara, bukan untuk wabah atau pandemi.
Ia juga mengkhawatirkan bila diberlakukan Darurat sipil, maka aktivitas warga akan terbelenggu. Karena, dalam Perppu 23/159 disebutkan penguasa darurat sipil berhak membatasi pertunjukan, percetakan, penerbitan serta perdagangan serta berhak mengetahui percakapan telepon dan melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi.
Baca: Update Kasus Corona 31 Maret di Bali: 19 Positif, 2 Meninggal, Belum Ada yang Sembuh
"Penguasa Darurat Sipil membatasi orang di luar rumah dan berhak melarang semua kegiatan publik dengan dalih negara sedang darurat. Ini cukup mengkhawatirkan , ini beda sekali dengan karantina dalam mengatasi pandemi “ ujarnya.
Baca: Cerita Pasien Corona di Solo Bisa Sembuh, Saat Sakit Selalu Kehausan dan Sesak Nafas
Hasanuddin menyarankan agar pemerintah memberlakukan UU no 6/2018 secara sungguh-sungguh dan melengkapi peraturan pendukungnya seperti; Peraturan Pemerintah , Peraturan Menteri dan lain lain , plus UU no 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit , atau membuat Perppu tentang penanggulangan bahaya corona.
"Jangan tergesa gesa bicara kerusuhan atau darurat , karena Perppu ini tak relevan diberlakukan untuk mengatasi epidemi corona ," Hasanuddin mengingatkan.