Koruptor Masih Dihukum Ringan, KPK Susun Pedoman Penuntutan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya sedang menyusun pedoman penuntutan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya sedang menyusun pedoman penuntutan.
Dengan pedoman ini diharapkan, tidak lagi terjadi disparitas tuntutan terhadap terdakwa korupsi yang ditangani KPK.
"Kami sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan kepada para terdakwa yang diajukan KPK dalam berbagai kasus korupsi. Dari awal kami memang concern untuk membuat pedoman penuntutan tersebut," kata Ghufron saat dihubungi, Minggu (19/4/2020).
Baca: PDP di Kota Tegal Kabur Dari Ruang Isolasi Rumah Sakit Dibantu Sang Istri
Baca: Dibantu Istrinya, Pasien Covid-19 di Tegal Kabur dari Rumah Sakit Karena Jenuh Diisolasi
Baca: Penangkapan Dua Pelaku Begal di Jalan Raya Bekasi Diwarnai Aksi Kejar-kejaran
Pernyataan ini disampaikan Ghufron saat dikonfirmasi mengenai hasil pemantauan yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tren vonis koruptor tahun 2019.
ICW menyoroti masih rendahnya hukuman kepada para koruptor.
Sepanjang 2019, rata-rata para koruptor hanya dihukum 2 tahun 7 bulan pidana penjara dari 1.019 perkara korupsi dengan 1.125 terdakwa yang diseret ke meja hijau.
ICW juga menyoroti masih terjadinya disparitas hukuman koruptor.
Masih ada pelaku yang merugikan keuangan negara lebih sedikit justru dihukum lebih berat ketimbang pelaku yang merugikan keuangan negaranya lebih besar.
Selain soal disparitas hukuman koruptor, sepanjang 2019 ICW juga menyebut penegak hukum, terutama Kejaksaan dan KPK masih minim menerapkan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hanya sekitar delapan terdakwa korupsi yang didakwa melakukan pencucian uang dari hasil korupsi.
Tanpa penerapan TPPU, pemulihan kerugian keuangan negara akibat korupsi tidak berjalan maksimal.
Padahal, ICW menyebut, sepanjang 2019, praktik korupsi merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp 12 triliun.
Dikonfirmasi ihwal persoalan tersebut, Ghufron menyatakan KPK membentuk satgas case building dan TPPU.
Satgas ini dibentuk untuk memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi.
"Saat ini kami memang sedang membentuk satgas case building dan TPPU. Itu semua agar tujuan utama penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya," kata Ghufron.
Ghufron menyatakan, selain memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara, pembentukan satgas dilakukan KPK agar penggunaan anggaran untuk memulihkan kerugian negara dapat lebih akuntabel.
"Akuntabel dalam penggunaan anggaran negara dalam capaian pengembalian kerugian negara," kata Ghufron.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.