Eks Pimpinan KPK: Konflik Kepentingan Sebabkan Gakkum di Kepolisian dan Kejaksaan Tak Optimal
Syarif menyebut konflik kepentingan menyebabkan penegakan hukum (gakkum) di kepolisian dan kejaksaan tidak berjalan optimal.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyebut konflik kepentingan menyebabkan penegakan hukum (gakkum) di kepolisian dan kejaksaan tidak berjalan optimal.
Sebab, dia bilang, ada banyak orang kaya yang 'menanam' dan 'memelihara' para calon pejabat penegak hukum dari awal.
"Sehingga ketika dia mau akan melakukan penegakan hukum 'ah ini kan enggak enak ini, dulu kan dia baik sama saya.' Jadi saya pikir memang ada hubungannya, karena hukum di Indonesia ini belum menjadi panglima," sebut Syarif dalam diskusi daring, Jumat (24/4/2020).
Baca: Jadi Tukang Bersih-Bersih, Pemain Bhayangkara FC Ini Juga Sapu Halaman Rumah Tetangga
Syarif lalu menyatakan konflik kepentingan merupakan anak tangga menuju tindak pidana korupsi.
Dia menuturkan, banyak kasus korupsi yang ditangani KPK berawal dari adanya konflik kepentingan.
Baca: Selama Wabah Corona, Yuni Shara Pilih Hidup Ngrit daripada Stok Kebutuhan Secara Berlebihan
"Saya bisa pastikan seluruh kasus korupsi yang ditangani KPK ada unsur konflik kepentingan karena memperkaya diri sendiri dan orang lain, tidak ada terjadi memperkaya diri sendiri kalau kita punya kepentingan di situ," tuturnya.
Syarif mengatakan, konflik kepentingan itu terjadi ketika praktik korupsi yang dilakukan bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Baca: Buah-buahan yang Aman untuk Dikonsumsi Penderita GERD
"Contoh Tengku Azmun Jafaar, Bupati Pelalawan, dia mengeluarkan konsesi izin hutan pada waktu itu 12 izin tapi 7 diberikan anak dan keluarganya, akhirnya itu kan conflict of interest," dia memberi contoh.
Kendati demikian, Syarif mengakui bahwa KPK jarang menggunakan Pasal 12 huruf i yang mengatur konflik kepentingan dalam pengadaan barang/jasa saat menangani kasus korupsi.
Alasannya, KPK telah mengenakan pasal suap atau gratifikasi kepada para koruptor tersebut.
"Tapi inti utama dasarnya adalah yang korupsi itu konflik kepentingan," Syarif menegaskan.