Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pekerja Tuntut Kenaikan Upah Saat Pandemi Covid-19, Ekonom: Seperti Buah Simalakama

Menurutnya, para pekerja dan buruh juga harus paham soal sistem meritokrasi dalam pemberian insentif di perusahaan.

Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pekerja Tuntut Kenaikan Upah Saat Pandemi Covid-19, Ekonom: Seperti Buah Simalakama
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa dengan longmarch menuju Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/9/2016). Dalam aksi tersebut buruh menolak upah murah dan menuntut pemerintah untuk menaikkan upah minimum tahun 2017, serta menuntut pemerintah untuk mencabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan dan mencabut UU Tax Amnesty yang dinilai diskriminatif. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom dan pakar Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Budi Satria Isman angkat bicara soal tuntutan pekerja mengenai kenaikan upah di tengah pembahasan RUU Cipta Kerja dan situasi pandemi covid-19.

Menurutnya, para pekerja dan buruh juga harus paham soal sistem meritokrasi dalam pemberian insentif di perusahaan.

"Soal upah ini seperti buah simalakama. Harusnya, para serikat pekerja dan buruh juga paham soal sistem meritokrasi. Apa yang didapat itu harus sesuai dengan jumlah yang bisa diproduksi," kata Budi Satria dalam pernyataannya, Rabu(29/4/2020) malam.

Selama ini, menurut Budi, produktivitas buruh di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain bahkan di Asia Tenggara.

Namun, nilai upah yang didapatkan bahkan bisa berada di angka yang lebih tinggi.

Hal ini tidak sesuai dengan sistem meritokrasi pemberian insentif yang harusnya dipahami oleh para pekerja dan buruh.

"Kami (pelaku usaha) tentu bisa memberikan upah yang tinggi, jika memang produktivitasnya sesuai. Tidak bisa terus menuntut menerima insentif tinggi, sementara produktivitasnya stagnan. Kalau perusahaan merugi, tentu tidak mungkin ditanggung hanya pemilik perusahaan saja," kata Budi Satria.

Berita Rekomendasi

Kondisi yang dianggap memberatkan pengusaha, tak terkecuali pengusaha di sektor mikro kecil menengah, sudah berlangsung bertahun-tahun.

Serikat pekerja terus menuntut ada kenaikan insentif bagi mereka, sementara kemampuan produksinya tidak ada kenaikan signifikan.

"Ini sangat tidak ideal bagi kondisi bisnis kita, apalagi untuk sektor UMKM. Tidak bisa memperlakukan UMKM seperti bisnis besar yang harus terus mengikuti UMK yang juga terus dituntut naik oleh serikat pekerja," kata mantan direktur di Coca Cola Amatil ini.

Menurutnya, memang diperlukan regulasi yang memberikan titik keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha, dan juga target pemerintah.

Hal ini juga demi menjaga kepastian iklim bisnis dan investasi pasca Covid-19 yang belum bisa diprediksi.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas