Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan Desak Pemerintah Sejahterakan Para ABK: Usut Pelanggar HAM!
Temuan 3 ABK tewas dilarung di laut, Sekretaris Jenderal (KIARA) Susan Herawati mendesak pemerintah untuk mengusut pelanggar HAM.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan situasi dan kondisi kerja para ABK (anak buah kapal) Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati dalam keterangannya yang diterima Tribunnews, Jumat (8/5/2020).
Pihaknya ingin agar pemerintah lebih mendorong kesejahteraan bagi para ABK.
Selain itu, Susan pun menginginkan agar pemerintah segera mengambil langkah tegas dalam mengatasi 'perbudakan ABK'.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut 4 hal dari pemerintah, seperti berikut ini:
1. Mengusut tuntas pelanggar HAM
Susan mengatakan, pihaknya ingin pemerintah mengusut secara tuntas praktik pelanggaran HAM yang terjadi pada ketiga ABK Kapal Indonesia di atas kapal penangkapan ikan RRT Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Selain itu, Lanjut Susan, pelanggar HAM juga harus diberikan sanksi sebasar-besarnya, termasuk industri perikanannya.
Baca: Tiga ABK Tewas Dilarung di Laut, Sekjen KIARA: Pemerintah Gagal Lindungi Pekerja Perikanan Indonesia
2. Selesaikan tumpang tindih di Kementerian
Pihaknya ingin polemik kepentingan antar kementerian bisa disegerakan.
Seperti proses ratifikasi Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan.
Serta rekomendasi ILO No. 199 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh perikanan.
3. Segerakan membahas RPP
Susan juga mengatakan ingin pemerintah menyegerakan proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari UU No. 18 Tahun 2017 terkait perlindungan buruh migran yang berfokus pada sektor perikanan.
4. Memperketat pengawasan
Terakhir, Susan ingin agar pemerintah memperketat pengawasan terhadap industri perikanan tangkap sejak proses perekrutan pekerja sampai dengan proses penangkapan di tengah laut.
Susan mengatakan, sebenarnya pemerintah telah menertibkan beberapa kebijakan terkait perbudakan modern ini.
Di antaranya Permen KP No. 35 tahun 2015 terkait Sertifikasi HAM di sektor perikanan.
Lalu ada Permen KP No. 42 Tahun 2016 terkait Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan.
Serta Permen KP No. 2 Tahun 2017 terkait Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi HAM Perikanan.
Baca: Bareskrim Selidiki Dugaan Eksploitasi 14 ABK WNI di Kapal Ikan Berbendera China
Namun, Susan masih belum melihat adanya implementasi nyata mengenai banyak kebijakan tersebut.
"Kita belum melihat adanya implementasi nyata dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat tersebut," tegas Susan.
Sebelumnya, desakan Susan itu adalah buntut dari hebohnya kabar praktik eksploitasi Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di kapal China, Long Xing 605 dan Tian Yu 8.
Kapal penangkap ikan berbendera China itu, sempat berlabuh di perairan Busan, Korea Selatan.
Praktik tersebut pertama kali diketahui oleh stasiun televisi Korea Selatan, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada Rabu (6/5/2020) lalu.
Baca: Kisah Sedih ABK Indonesia yang Masih Bertahan, Kenangan Lepas Jenazah hingga Makan Umpan Ikan
Dalam investigasinya MBC juga membeberkan perlakukan buruk yang dialami para ABK WNI selama bekerja di kapal Cina tersebut.
Kepada MBCNews, para ABK mengaku dipaksa bekerja berjam-jam tanpa istirahat.
Para ABK pun hanya diberi minum air laut dan dibayar dengan gaji yang sangat kecil.
MBC News pun menyebut praktik tersebut sebagai perbudakan.
Bahkan, tiga orang di antara para ABK itu, meninggal dunia dan jenazahnya dilarung di laut lepas.
Dalam investigasinya, MBCNews menyebut, pembuangan 3 jenazah ke laut lepas ini terjadi di Samudra Pasifik pada 30 Maret 2020.
Video pelarungan jenazah itu pun ditayangkan dalam berita dan menuai berbagai kecaman dari berbagai negara.
Susan Herawati pun menilai kasus tersebut merupakan ujung kecil dari besarnya bongkahan es praktek perbudakan yang terjadi di industri perikanan tangkap dunia.
Oleh karenanya, sekali lagi setelah kasus perbudakan Benjina, Susan mengatakan pemerintah telah gagal melindungi pekerja perikanan Indonesia.
(Tribunnews.com/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.