DPR Sebut Jokowi Abaikan Putusan Mahkamah Agung Soal Iuran BPJS Kesehatan
Putusan Mahkamah Agung hanya membatalkan ketentuan Pasal 34 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Ia pun menyebut, kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada saat ini tidak memperhatikan kondisi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi karena pandemi Covid-19.
"Seharusnya pemerintah membantu meringankan beban rakyat di saat Pandemi yang memberatkan ekonomi rakyat, bukan menambah beban rakyat. Regulasi ini juga pasti akan menjadi beban bagi APBD," ujar Kurniasih.
Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang di Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Pereturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000.
Baca: Legislator PKS Kecewa dengan Kinerja Pemerintah Tangani Covid-19 di Kuartal I
Sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Padahal sebelumnya, Mahkamah Agung melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang permohonannya diajukan KPCDI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.