Kenaikan BPJS Dikhawatirkan Picu Gerakan Turun Kelas dan Sebabkan Tunggakan Lebih Masif
Pakar Hukum Tata Negara UNS mengatakan, kenaikan BPJS dikhawatirkan memicu gerakan turun kelas dan sebabkan tunggakan lebih masif.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai diterapkan pada Juli 2020 mendatang menimbulkan banyak polemik.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Isharyanto, SH, M. Hum., mengkhawatirkan adanya gerakan turun kelas dari para peserta BPJS Kesehatan.
Selain itu, kenaikan ini juga dinilai dapat memicu tunggakan yang lebih masif.
Terlebih, bagi golongan mandiri yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persen.
"Dikhawatirkan policy bar ini akan memicu gerakan turun kelas dari para anggota BPJS Kesehatan, misalnya dari kelas satu turun ke kelas dua, dan seterusnya," kata Isharyanto pada Tribunnews.com, Kamis (14/5/2020) siang.
"Juga akan memicu tunggakan yang lebih masif, khususnya dari golongan mandiri, yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persen," tambahnya.
Baca: Iuran Naik, Kualitas Layanan BPJS Kesehatan Bakal Ditingkatkan
Menurut Dosen Fakultas Hukum UNS ini, jika dua fenomena itu benar terjadi dan menguat maka akan berdampak buruk pada finansial BPJS Kesehatan.
"Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJS Kesehatan secara keseluruhan," ungkapnya.
Isharyanto mengatakan, semestinya pemerintah dan manajemen BPJS Kesehatan lebih dulu melakukan langkah-langkah strategis sebelum memutuskan kenaikan ini.
Seperti halnya mengindentifikasi ulang data golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Menurutnya, masih banyak peserta PBI yang salah sasaran.
"Identifikasi ulang data golongan PBI, sebab banyak peserta PBI yang salah sasaran," kata Isharyanto.
"Banyak orang mampu yang menjadi anggota PBI," sambungnya.
Momentum Hukum Tidak Tepat