Yang Perlu Diketahui dari Iuran BPJS Naik Per 1 Juli, Kelas III Tetap Bayar Rp 25.500
Tahun 2020, iuran peserta PBPU dan BP kelas III tetap dibayarkan sejumlah Rp 25.500. Sisanya sebesar Rp 16.500, diberikan bantuan iuran pemerintah
Penulis: Yulis
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto, menyebut kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan anomali atau ketidaknormalan.
Pasalnya, saat ini pemerintah merealokasi anggaran negara besar-besaran untuk membantu masyarakat miskin yang terdampak wabah.
Ia menganggap kenaikan iuran BPJS di tengah bencana tidaklah tepat.
"Menurut saya kurang tepat, karena posisi kita sedang dalam masa pandemi Covid-19."
"Sangat anomali dengan kebijakannya sendiri yang merealokasi APBN dalam rangka membantu masyarakat miskin," ujar Agus kepada Tribunnews, Rabu (13/5/2020).
Agus menuturkan, kebijakan menaikkan iuran BPJS adalah kebijakan yang tidak konsisten.
Di satu sisi, masyarakat yang terdampak corona terbantu dengan pemberian bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu atau bantuan sembako.
Namun, dalam kebijakan terbarunya ini, masyarakat juga harus membayar kenaikan iuran BPJS.
"Di satu sisi merealokasi APBN untuk masyarakat miskin yang terkena dampak corona, di sisi lain dinaikkan iuran BPJSnya."
"Ini tidak konsisten antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain," tutur Dosen Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum UNS itu.
Dibanding menaikkan iuran, Agus menjelaskan, seharusnya pemerintah lebih dulu melakukan perbaikan dalam struktur BPJS Kesehatan.
Misalnya data kepesertaan BPJS Kesehatan yang masih perlu dibenahi.
Agus menuturkan hal ini perlu dilakukan agar anggaran BPJS Kesehatan tepat sasaran.
"Selama ini data tentang kepesertaannya ini nggak jelas, antara peserta mandiri yang ditanggung oleh perusahaan swasta atau pun pemerintah," jelasnya.
(Tribunnews.com/ Yulis/Daryono/Inza Maliana)