Ahli Sebut Pemerintah Naikkan Iuran BPJS sebagai Anomali Kebijakan, Tak Konsisten Satu dan Lainnya
Terkait iuran BPJS naik, ahli menyebutnya sebagai anomali kebijakan. Kebijakan ini dinilai tak konsisten dengan satu dan lainnya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
Di satu sisi, masyarakat yang terdampak corona terbantu dengan pemberian bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu atau bantuan sembako.
Namun, dalam kebijakan terbarunya ini, masyarakat juga harus membayar kenaikan iuran BPJS.
"Di satu sisi merealokasi APBN untuk masyarakat miskin yang terkena dampak corona, di sisi lain dinaikkan iuran BPJSnya."
"Ini tidak konsisten antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain," jelasnya.
Rincian kenaikan BPJS
Presiden Jokowi kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Corona.
Kenaikan ini diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kebijakan pun diteken oleh Jokowi pada Selasa (5/5/2020) lalu.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik Menambah Daftar Kebijakan Blunder Jokowi
Baca: Yandri Susanto : Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan Sebuah Kezaliman
Diketahui, sebelumnya iuran BPJS Kesehatan sempat naik pada 2019 lalu melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Namun, pada akhir Februari 2020, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan tersebut.
Sekarang, kenaikan ini khususnya bagi peserta mandiri yang terdiri dari Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang diatur dalam Pasal 34.
Kenaikan pun mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang.
Berikut rincian kenaikan untuk peserta mandiri kelas I, II dan III:
- Kelas I: Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000