Miftahul Ulum Sebut Achsanul Qosasi dan Adi Toegarisman di Sidang Korupsi, Ini Respons KPK
Ulum menyebut Achsanul menerima Rp 3 miliar, sementara Adi disebut mendapat Rp 7 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons keterangan Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Saat itu, dalam sidang kasus suap terkait dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Ulum menyebut dua nama yang turut kecipratan duit haram dari perkara tersebut.
Baca: BREAKING NEWS Update Corona 17 Mei 2020: Total 17.514 Kasus Positif, 4.129 Sembuh, 1.148 Meninggal
Baca: 19.556 Kendaraan Nekat Mudik Ditindak Polisi, Diminta Putar Balik ke Arah Jakarta
Mereka ialah Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi dan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Adi Toegarisman.
Ulum menyebut Achsanul menerima Rp 3 miliar, sementara Adi disebut mendapat Rp 7 miliar.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, keterangan Ulum di bawah sumpah di depan persidangan tentu menjadi satu keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti.
"Namun demikian, adanya asas hukum satu saksi bukanlah saksi maka tentu harus dilihat pula dari sisi alat bukti lainnya, setidaknya ada persesuaian keterangan saksi lainnya, alat bukti petunjuk ataupun keterangan terdakwa," kata Ali kepada Tribunnews.com, Minggu (17/5/2020).
Kendati demikian, katanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tentu sudah mencatat dengan baik keterangan Ulum. Dan oleh karena itu, nantinya dari seluruh fakta persidangan akan dilakukan analisis yuridis lebih lanjut dalam surat tuntutannya.
Kata Ali, KPK memastikan pengembangan perkara akan dilakukan jika setelah seluruh pemeriksaan perkara dalam persidangan ini selesai.
Kemudian berdasarkan fakta-fakta hukum maupun pertimbangan majelis hakim dalam putusannya ditemukan minimal setidaknya adanya dua alat bukti permulaan yang cukup.
"Maka tentu KPK tak segan untuk menentukan sikap berikutnya dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka," Ali menegaskan.
"KPK berharap masyarakat tetap terus dapat mengikuti proses persidangan perkara ini hingga putusan majelis hakim dijatuhkan," dia memungkasi.
Diketahui, keterangan Ulum diungkapkan ketika dia memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi.
"BPK untuk inisial AQ yang terima 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Andi Teogarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," ujar Ulum.
Untuk memenuhi permintaan uang itu, dia mengaku, meminjam sekitar Rp 10 miliar. Dia mengklaim pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejagung guna mengatasi kasus yang membelit.
"Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI [Komite Olimpiade Indonesia]," jawab Ulum.
Di persidangan itu, Ulum mengaku menerima uang dari mantan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
"Karena waktu itu kejadiannya Pak Jhony memang memberikan saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur," ujarnya.
Untuk diketahui, mantan Menpora Imam Nahrawi, didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.