Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perpres TNI untuk Tangani Terorisme Dinilai Rancu dan Picu Tumpang Tindih

banyak pasal dalam draf Perpres tersebut yang rancu dan berpotensi tumpang tindih, bertabrakan dengan badan atau lembaga lain.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
zoom-in Perpres TNI untuk Tangani Terorisme Dinilai Rancu dan Picu Tumpang Tindih
ist
Rafendi Djamin, Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Pemerintah ASEAN (AICHR). 

”Perpres ini cenderung melampaui kewenangan itu, juga kewenangan yang diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI),” kata Rafendi

Aktivis HAM internasional ini berpendapat, urusan penegakan hukum harus tetap dipegang dalam satu sistem yang disebut criminal justice system.

Sehingga, jangan sampai mengacaukan criminal justice system yang ada.

”Ssbab, hal itu akan merugikan negara, karena bertentangan dengan UU TNI itu sendiri,” ujarnya.

Undang-undang tersebut memang memberikan 14 fungsi TNI. Antara lain, fungsi operasi militer selain perang (OMSP) di mana di dalamnya termasuk pemberantasan terorisme. Artinya, memang ada tugas TNI untuk masuk ke masalah terorisme.

”Persoalan lebih pada bagaimana cara masuknya, itu yang dikacaukan oleh Perpres ini,” ujar Rafendi.

Sudah begitu, draf Perpres juga mengikis kewenangan konsultatif DPR dan kewenangan Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden terkait pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang. ”Hal itu akan mengancam sistem check and balances dalam birokrasi pengerahan kekuatan pertahanan. Sebab, kewenangan Presiden sangat kuat (terkait pelibatan TNI) tanpa kontrol check and balances dari DPR,” kata Rafendi.

BERITA REKOMENDASI

Itu sebabnya, aktivis asal Minang ini mengamini desakan banyak kalangan untuk menolak Perpres ini.

Sebab, jika Perpres ini dibuat sebagai turunan dari Pasal 431 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka semestinya lebih memuat pasal-pasal dan merincikan ancaman terorisme seperti apa.

Kalau ancaman terorisme memang bisa dimasuki atau dikerjakan oleh TNI, semisal mengganggu kedaulatan negara, harus diatur bagaimana proses pelibatannya dikaitkan dengan sistem penegakan hukum kita.

”Kalau pelibatan TNI tidak diatur rinci, bisa terjadi dia akan tunduk pada hukum perang yang notabene berbeda dengan sistem penegakan hukum kita. Dalam hukum perang, istilah yang ada hanya membunuh atau dibunuh,” tegas Rafendi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas