Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi Kejaksaan Klarifikasi Aliran Dana Hibah KONI Eks Pejabat Kejaksaan Agung

Informasi aliran dana yang diterima pejabat negara di lingkungan Kejaksaan Agung diungkap Miftahul Ulum

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Komisi Kejaksaan Klarifikasi Aliran Dana Hibah KONI Eks Pejabat Kejaksaan Agung
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa tindak pidana kasus dugaan suap penyaluran pembiayaan dana hibah Kemempora kepada KONI Miftahul Ulum menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi tersebut didakwa menerima hadiah berupa uang Rp 11,5 miliar dari Sekjen dan Bendahara Umum KONI untuk mempercepat proses perpencairan bantuan dana hibah 2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kejaksaan Republik Indonesia meminta keterangan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Hari Setiono terkait keterangan Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung diterima Ketua Komisi Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak, Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Babul Khoir, beserta beberapa orang Komisioner yakni Resi anna Napitupulu, Ibnu Mazjah, dan Bhatara Ibnu Reza, di kantor Komisi Kejaksaan, Jakarta Selatan, pada Senin 18 Mei lalu.

Informasi aliran dana yang diterima pejabat negara di lingkungan Kejaksaan Agung diungkap Miftahul Ulum pada saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat 15 Mei 2020.

Pada sidang tersebut, Ulum mengatakan aliran dana yang mengalir ke pejabat Kejaksaan Agung tersebut diberikan agar proses hukum kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung tidak berjalan sebagai mana mestinya.

Baca: Anies Apresiasi Masyarakat dan BUMD DKI yang Bahu-Membahu Melawan Corona

Baca: Jadwal TV Rabu, 20 Mei 2020: Tayang London Has Fallen di Trans TV & Jason Bourne di GTV

Baca: Sebelum Candaan Marga Latuconsina,Ini Deret Masalah Plesetan Andre Taulany dan Kontroversi Rina Nose

Anggota Komisi Kejaksaan, Ibnu Mazjah, mengatakan upaya meminta keterangan Kapuspenkum Kejaksaan Agung dilakukan sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam rangka menindaklanjuti Informasi seputar dugaan aliran dana yang diterima pejabat negara khususnya di lingkungan Kejaksaan Agung RI terkait penanganan kasus Korupsi Dana Hibah KONI dari pemerintah Tahun Anggaran 2017.

"Pertemuan ini dilakukan sebagai bentuk peran aktif Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dalam menyingkapi situasi yang berkembang," kata Ibnu Mazjah, kepada wartawan, Selasa (19/5/2020).

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan upaya meminta keterangan Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu untuk menelusuri informasi yang mengarah kepada dugaan pelanggaran perilaku, kode etik dan/atau peraturan perundang-undangan yang dilakukan salah seorang pejabat atau mantan pejabat tertentu di lingkungan kejaksaan.

Menurut dia, langkah yang dilakukan menindaklanjuti informasi yang berkembang tersebut sebatas untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran perilaku, kode etik, maupun perundang-undangan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan, baik dalam kedudukannya sebagai jaksa atau pegawai tata usaha kejaksaan.

"Siapapun oknum tersebut. Kiranya hal tersebut merupakan bagian dari tugas dan kewenangan dari Komisi Kejaksaan sebagaimana amanah yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No.18 Tahun 2011," kata dia.

Menurut Ibnu Mazjah, hasil dari pertemuan tersebut, Komisi Kejaksaan telah mendapatkan informasi seputar penanganan dugaan korupsi dana hibah KONI Tahun Anggaran 2017 dari Kapuspenkum Kejaksaan Agung.

"Hari Setiono juga memberikan sejumlah informasi penting lainnya kepada Komisi Kejaksaan yang pada intinya, menyatakan bahwa keterangan yang disampaikan oleh Miftahul Ulum tidak didukung oleh alat bukti yang kuat," tuturnya.


Selain itu, kepada Komisi Kejaksaan, Hari Setiono juga menyampaikan bahwa Kejaksaan Agung Cq Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) telah melakukan proses penyidikan sejak 8 Mei 2019 lalu dengan telah dilakukannya pemeriksan terhadap 51 orang saksi.

"Penyidikannya pun hingga kini masih berjalan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, mengapresiasi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Republik Indonesia atas respon yang telah diberikan kepada Komisi Kejaksaan.

"Komisi Kejaksaan memastikan akan terus melakukan proses tindak lanjut informasi seputar aliran dana korupsi/suap melalui serangkaian tindakan antara lain pengumpulan data, bahan keterangan, klarifikasi, hingga memberikan rekomendasi untuk menemukan titik terang ada tidaknya dugaan pelanggaran kode etik, perilaku, dan/atau peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan," tambahnya.

Sebelumnya di persidangan pada Jumat 15 Mei 2020, Ulum mengungkap ada pemberian uang Rp 3 Miliar untuk BPK dan Rp 7 Miliar untuk Kejaksaan Agung.

Dia mengungkapkan itu pada saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi.

"BPK untuk inisial AQ yang terima 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Andi Teogarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," ujar Ulum.

Untuk memenuhi permintaan uang itu, dia mengaku, meminjam sekitar Rp 10 Miliar. Dia mengklaim pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejaksaan Agung guna mengatasi kasus yang membelit.

"Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI (Komite Olimpiade Indonesia,-red)," jawab Ulum.

Di persidangan itu, Ulum mengaku menerima uang dari mantan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.

"Karena waktu itu kejadiannya Pak Jhony memang memberikan saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur," ujarnya.

Untuk diketahui, mantan menteri pemuda dan olah raga (Menpora RI) Imam Nahrawi, didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.

Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.

Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.

Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.

Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.

Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas