Anggota DKPP Alfitra Salamm: Masyarakat Ingin Covid Berakhir, Bukan Kepastian Pilkada
Salamm menilai masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap kepastian penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm menilai masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap kepastian penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020.
Menurut dia, masyarakat hanya memikirkan kapan pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) berakhir dan dapat hidup secara normal menjalankan aktivitas sehari-hari.
“Masyarakat meminta kepastian kapan berakhirnya Covid. Bukan kepastian kapan Pilkada?” kata Aliftra, pada sesi diskusi Tantangan dan Integritas Penyelenggara Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19, Kamis (21/5/2020).
Baca: Komisi II DPR Segera Gelar Rapat Bersama KPU Bahas Penyelenggaraan Tahapan Pilkada Serentak 2020
Baca: Bawaslu: Aspek Kesehatan Harus Jadi Prioritas dalam Pelaksanaan Pilkada
Dia menilai pembahasan terkait pesta demokrasi rakyat di tingkat daerah itu hanya berkutat pada penyelenggara pemilu.
Sementara, dia melihat, masyarakat seolah tidak peduli terhadap ajang demokrasi tersebut.
“Tidak ada masyarakat mengatakan harus pilkada. Itu KPU dan teman penyelenggara,” kata dia.
Untuk itu, dia menyarankan, kepada penyelenggara pemilu agar secara maksimal dapat menggelar Pilkada.
Namun, apabila tidak dapat dilaksanakan pada tahun ini, maka diselenggarakan pada tahun 2021.
“Ada dua pandangan. KPU mungkin secara prosedur harus melewati aturan tata negara melaksanakan Pilkada. Tetapi yang diperhatikan persepsi masyarakat dalam menyikapi Pilkada atau kegiatan kenegaraan,” ujarnya.
Dia mengkhawatirkan apabila sikap antipati masyarakat terhadap kegiatan politik dibiarkan justru akan menjadi preseden buruk untuk penyelenggaraan pesta demokrasi ke depan.
“Kalau persepsi masyarakat Covid prioritas, saya khawatir ini menimbulkan antipati terhadap KPU. Memaksakan pemilu dalam kondisi tidak normal. Kondisi masyarakat serba susah. Lebih prioritas kesehatan. Timbul lagi terserah KPU, terserah Bawaslu,” tambahnya.
Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menunda tahapan pilkada serentak 2020.
Keputusan tersebut tertuang dalam surat bernomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/111/2020 yang ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman pada 21 Maret 2020.
Dalam surat tersebut, penundaan Pilkada Serentak 2020 sebagai respons perkembangan penyebaran virus corona (covid-19) di mana pemerintah Indonesia telah menetapkan sebagai bencana nasional.
Penundaan Pilkada 2020 membuat terhentinya empat tahapan pilkada yang sedang berlangsung dan tersusun.
Keempat tahapan tersebut, yaitu: pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit), dan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, mengamanatkan waktu pemungutan suara Pilkada 2020
Perppu tersebut berisikan penundaan gelaran Pilkada serentak hingga Desember 2020. Alasannya adanya bencana non-alam, yaitu pandemi Corona.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) pasca penundaan akibat pandemi Covid-19, dimulai pada 6 Juni 2020. Dan, pemungutan suara akan dilakukan pada 9 Desember 2020.