Dokter Benarkan Mata Kiri Novel Tidak Dapat Melihat
Novel menjalani pengobatan di Singapura sejak 12 April 2017 atau satu hari setelah menjadi korban penyiraman air keras
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengalami penurunan penglihatan akibat dari insiden penyiraman air keras yang dialaminya di dekat tempat tinggal di Kelapa Gading, pada 11 April 2017.
Dokter Mata dari Rumah Sakit Mata JEC, Johan Arif Martua Maruarar Hutauruk mengatakan mata kiri Novel hampir tidak dapat melihat dan hanya bisa melihat cahaya.
Sedangkan, untuk mata kanan, kata dia, hanya dapat melihat sebesar 20 persen dari penglihatan normal 100 persen.
Ini berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Johan kepada Novel pada 9 Maret 2020. Johan berkoordinasi dengan dokter mata di rumah sakit di Singapura yang selama ini menangani Novel Baswedan.
“Mata kiri 0. Mata kanan 0,2 atau 20 persen,” kata Johan, saat memberikan keterangan sebagai saksi di perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan.
Baca: Dokter Temukan Luka Bakar Akibat Bahan Kimia di Wajah Novel Baswedan
Sidang digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, pada Selasa (26/5/2020). Sidang disiarkan melalui aplikasi Youtube.
Novel menjalani pengobatan di Singapura sejak 12 April 2017 atau satu hari setelah menjadi korban penyiraman air keras.
Menurut Johan, upaya pemindahan Novel ke Singapura karena keinginan pihak keluarga. Selain itu, kata dia, di Indonesia tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan donor kornea.
“Kami tidak mempunyai fasilitas itu. Donor kornea harusnya, karena tidak punya tidak mungkin memaksa orang ke luar negeri. Kalau keluarga meminta saya bersyukur juga. Di Singapura donor mata selalu ada,” ujarnya.
Untuk pengobatan mata di Indonesia, Johan dokter yang bertanggungjawab menangani Novel.
Selama tiga tahun terakhir, dia selalu berkomunikasi dengan dokter mata di Singapura.
Pada awalnya, dia mengungkapkan, kondisi mata Novel sempat meningkat hingga 0,3 atau 30 persen untuk mata kanan.
Baca: Cerita Bima Arya di Mata Najwa, Kaget saat Lihat KTP Seorang Warga yang Beli Baju di Pasar Anyar
Hal ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan pada saat pemeriksaan pertama di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, di mana mata kiri Novel hanya dapat melihat 0,05 atau 5 persen dan mata kanan 0,1 atau 10 persen.
Namun, belakangan setelah dilakukan pencangkokan, keadaan mata Novel mengalami komplikasi peradangan.
“Peradangan dan pendarahan itu membuat retina lepas sehingga menurun penglihatan dan terakhir sudah 0, tetapi bisa membedakan ada cahaya atau tidak,” ujarnya.
Dia meyakini mata kiri Novel tidak ada peluang untuk melihat.
Dia menjelaskan paparan bahan kimia mengenai semua pembuluh darah di mata Novel Baswedan.
Trauma kimia membuat anatomi mata susah dibentuk normal.
Operasi ataupun donor kornea, kata dia, tidak dapat dilakukan.
Baca: Kisah Anjing yang Setia Menunggu Berbulan di Rumah Sakit Meski Si Pemilik Meninggal Karena Covid-19
“Kalau operasi berjalan baik, peradangan berjalan terus. Diatasi obat dia mengalami pendarahan di mata. Ada dua kali pendarahan, tahun lalu bisa diatasi yang sekarang tidak. Yang rusak bagian syaraf. Walaupun kornea diganti tidak bisa melihat. Untuk kornea bisa hidup ada pembuluh darah,” kata dia.
Sehingga, kata dia, pada saat ini konsentrasi dokter untuk menjaga agar jangan sampai mata kanan Novel mengalami penurunan penglihatan.
“Mata kiri tidak ada peluang lagi. Sudah permanen. Yang kanan masih bisa melihat dan kita pertahankan supaya jangan menurun. Operasi pada mata kiri memang berat,” tambahnya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama telah melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (19/3/2020). Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.