UU Penyiaran Digugat ke MK, Fraksi PKS Sarankan Percepat Revisi
Komisi I periode 2014-2019 lalu sudah mempercepat dan menyelesaikan pembahasan draf Revisi UU Penyiaran selama 2 tahun.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta, menanggapi soal adanya gugatan terkait UU RI No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi, karena tidak mengcover siaran lewat internet.
Adapun gugatan itu diajukan stasiun televisi swasta RCTI dan I-news.
"Inilah yang kami khawatirkan sejak dulu bahwa siaran-siaran di internet akan semakin menjamur tanpa dapat dijamah oleh aturan penyiaran dan bisa-bisa siaran televisi analog terancam semakin ditinggalkan pemirsa. Ini bahaya untuk masa depan dunia penyiaran. UU Penyiaran yang existing belum mencakup hal ini, solusinya ya percepat Revisi UU Penyiaran, bukan gugatan ke MK," kata Sukamta dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Jumat (29/5/2020).
Anggota Komisi I DPR RI itu menjelaskan Komisi I periode 2014-2019 lalu sudah mempercepat dan menyelesaikan pembahasan draf Revisi UU Penyiaran selama 2 tahun.
"Spirit utama dari revisi tersebut adalah pengaturan penyiaran digital lewat media internet. Saya sangat mendukung kemajuan teknologi digital ini, termasuk di dunia penyiaran. Makanya saya sangat mendorong revisi UU penyiaran selesai dengan cepat saat itu supaya siaran-siaran di internet bisa tunduk kepada UU Penyiaran," lanjutnya.
Baca: Usulkan Kenaikan PT 7 Persen, NasDem: Tidak Ada Niatan Menggugurkan Partai Menengah
Namun, Sukamta mengatakan revisi UU Penyiaran waktu itu macet saat pembahasan di Baleg.
Pihak televisi swasta masih cukup teguh mempertahankan model penyiaran menggunakan multimux, sementara Komisi I sudah bulat untuk memilih single mux.
"Imbasnya ya akan semakin liarnya siaran-siaran di internet, seperti yang dikhawatirkan oleh teman-teman kita dari RCTI dan I-news sekarang ini," kata Sukamta.
Baca: New Normal di Tangsel, Rumah Ibadah di Tangsel Dibuka Awal Juni 2020, Warga Diingatkan Disiplin
Pengaturan penyiaran digital, menurut Sukamta, tidak bisa dilakukan secara parsial hanya dengan mengubah 1 atau beberapa pasal saja lewat Putusan MK supaya UU Penyiaran mencakup penyiaran internet, karena pengaturannya harus mengubah banyak pasal.
"Misalnya, bagaimana soal migrasinya, bagaimana soal penyiarannya single atau multi mux, siapa yang menyelenggarakannya, bagaimana dengan kewenangan KPI, dan seterusnya," tuturnya.
"Malah bisa bahaya jika aturan soal penyiaran digital ini hanya diatur secara parsial. Karena itu sekali lagi solusinya ya Revisi UU Penyiaran untuk mengaturnya secara komprehensif," pungkasnya.