Kritik New Normal, Sosiolog: Hanya Menghaluskan Kata Pelonggaran PSBB
Seorang Sosiolog mengkritik sikap pemerintah yang menjadikan new normal sebagai kebijakan, sehingga tak bisa dikatakan dimulai sejak 1 Juni mendatang.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Daryono
Viza menjelaskan, new normal bukanlah bagian dari sebuah kebijakan.
Sementara pemerintah sekarang seakan-akan mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan new normal.
Bagi Viza, penerapan new normal hanyalah mengganti beberapa kata seperti pelonggaran PSBB dan istilah lainnya agar lebih bisa diterima.
"Yang menjadi kritik dari saya atau mungkin beberapa pihak adalah sekarang new normal akan sebuah kebijakan," ungkap Viza.
"Kebijakan yang menghaluskan kata pelonggaran dari PSBB, lockdown, atau lainnya," pungkasnya.
Di lain kesempatan, seorang pakar epidemiologi memberikan beberapa indikator untuk menerapkan new normal di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh ahli Epidemiologi FKM UI, Pandu Riono dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (30/5/2020).
Pandu menyebutkan, indikator ilmiah yang menentukan suatu daerah sudah bisa melakukan new normal adalah dengan melihat angka reproduksi.
Angka itu bisa didapatkan apabila memiliki data yang akurat dari pemerintah.
Baca: Update Virus Corona 30 Mei 2020: Total Kasus 25.773, 7.015 Sembuh, 1.573 Meninggal Dunia
Baca: Pemprov DKI Sedang Susun Aturan New Normal di Bidang Pariwisata dan Hiburan
Meski demikian, Pandu juga memiliki tiga indikator lainnya untuk menerapkan new normal.
Yakni dengan menggunakan parameter epidemiologi, kesehatan publik, serta kesiapan layanan kesehatan.
Dalam parameter epidemiologi, Pandu menjelaskan ada tiga komponen yang harus diperhatikan.
Seperti jumlah penurunan kasus positif virus Covid-19 dalam tiap harinya.
Diikuti dengan penurunan jumlah pasien dalam pengawasan atau PDP.