Kritik New Normal, Sosiolog: Hanya Menghaluskan Kata Pelonggaran PSBB
Seorang Sosiolog mengkritik sikap pemerintah yang menjadikan new normal sebagai kebijakan, sehingga tak bisa dikatakan dimulai sejak 1 Juni mendatang.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Daryono
"Perilaku penduduk yang menggunakan masker, cuci tangan, harus dilihat dan gencar agar patuh melakukan upaya pencegahan," lanjutnya.
Indikator yang terakhir, adalah kesiapan layanan kesehatan selama penerapan new normal.
Hal ini dijadikan parameter agar ada persiapan kemungkinan terjadi gelombang kedua virus Covid-19.
Meskipun semua lapisan masyarakat berharap itu tidak akan terjadi di Indonesia.
Namun apabila memang terjadi, Pandu menyarankan layanan kesehatan sudah memenuhi sejumlah kebutuhan yang memadai.
Seperti adanya alat pelindung diri atau APD dengan jumlah yang cukup juga alat seperti ventilator, yang membantu pernapasan bagi pasien Covid-19 harus tersedia.
Terakhir adalah jumlah tenaga medis atau dokter yang memadai.
Pandu menghimbau jangan sampai terjadi kekurangan tenaga medis di kemudian hari saat penerapan new normal.
"Kesiapan layanan kesehatan, karena kita harus mengantisipasi kemungkinan ada gelombang kedua," ungkap Pandu.
"Yang kita harapkan tentu tidak terjadi, tapi kalau terjadi layanan kesehatan kita siap APD harus ada dan cukup."
"Kedua adalah ventilator dengan jumlah cukup memadai, ketiga adalah jumlah dokter memadai, jangan sampai kekurangan," tandasnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)