Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

19.2 Persen Pelajar di Indonesia Merokok, Lentera Anak Ungkap Penyebabnya

Pada 2018, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun meningkat mencapai 9,1 persen.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in 19.2 Persen Pelajar di Indonesia Merokok, Lentera Anak Ungkap Penyebabnya
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
DILARANG MEROKOK - Pegunjung melintasi papan bertuliskan larangan merokok di salah satu pintu masuk Bandung Electronic Center (BEC), Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Selasa (18/4/2017) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lentera Anak yang merupakan lembaga independen yang berupaya memajukan dan membela hak-hak anak di Indonesia mengungkap bahwa 19,2 persen pelajar saat ini merokok.

Jumlah perokok anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada 2018, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun meningkat mencapai 9,1 persen atau sama dengan 7,8 juta anak.

Padahal RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) menargetkan pada 2019, prevalensi perokok anak harus turun menjadi 5,4 persen.

Baca: New Normal Hari Pertama di Malang, Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19 Masih Banyak

Ini menunjukkan pemerintah gagal dalam mengendalikan konsumsi rokok dan industri rokok berhasil merekrut perokok baru yaitu anak-anak pada tiap tahunnya.

Ketua Lentara Anak, Lisda Sundari mengatakan data yang ada mencerminkan anak-anak Indonesia membutuhkan perlindungan negara dari industri bisnis rokok.

Baca: Patung di AS Dicorat-coret dan Hendak Dirobohkan Pendemo, Ternyata Sosok Terkenal nan Kontroversial

Berita Rekomendasi

"Menjual rokok dengan harga murah dan promosi oleh bisnis rokok tujuannya untuk orang yang bisa membeli atau yang uangnya sedikit, sehingga dia menjangkau harga rokok tersebut. Bukan hanya keluarga saja yang harus melindungi anaknya agar tidak mengakses rokok, tetapi di situ juga ada tugas negara untuk melindungi anak-anak dari akses untuk rokok," kata Lisda dalam diskusi Melindungi Anak dengan Menghapus Diskon Rokok melalui virtual, Senin (1/6/2020).

Praktik diskon rokok dianggap memperburuk upaya-upaya pencegahan perokok anak, karena harga rokok yang semakin murah dan anak-anak semakin mudah menjangkaunya.

Lentera Anak meminta pemerintah dalam hal ini Dirjen Bea Cukai untuk meninjau kembali aturan yang memungkinkan rokok dijual lebih murah, sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan anak dan masa depan bangsa.

Baca: Anggota Komisi IX: Kebijakan Penanggulangan Covid-19 Harus Berdasarkan Data Ilmiah Agar Tak Bising

"Fakta di lapangan itu tidak signifikan. Mau itu kenaikan 10 persen atau lebih, fakta di lapangan itu tidak mampu mendongkrak harga rokok menjadi mahal apalagi bisa membeli eceran," ungkapnya.

Lisda menambahkan contoh bahwa kenaikan cukai rokok harusnya bulan Februari, tetapi terkadang penjual masih mempunyai stok dari tahun lalu.

"Terkadang baru naik itu di bulan Juni karena beberapa pedagang itu terkadang masih mempunyai stok dari tahun lalu. Jadi artinya ketika kebijakan menaikkan cukai rokok tahun ini ditetapkan untuk tahun depan, tidak otomatis tahun depan itu harga rokok akan langsung mahal atau akan naik," kata Lisda.

Lebih lanjut, jika harga yang dinaikan tidak tinggi dan masih dapat dijangkau, dikhawatirkan akan semakin anak mengakses rokok

"Ketika itu naik pun itu tidak signifikan harganya, masih bisa terjangkau, apalagi masih bisa dibeli batangan, ditambah lagi kalau ada kebijakan diskon. Jadi sangat memprihatinkan kebijakan diskon ini," kata Lisda.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas