Kementerian LHK Luruskan soal Terminologi Deforestasi dan Hutan Primer
Dalam pengelolaan hutan di Indonesia, hutan primer dan hutan sekunder merupakan bagian dari hutan alam
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Tree cover ini akan mencakup hutan alam, hutan tanaman, jungle rubber, belukar tua maupun agroforestry dengan tanaman keras, ataupun kebun/perkebunan.
Dengan situasi tersebut, ketika muncul informasi/data tree cover loss, maka perubahan/loss yang terdeteksi, terjadi pada semua vegetasi yang mempunyai tinggi lebih dari 5 meter tersebut.
Situasi ini tidak sesuai dengan Indonesia, dimana yang dimaksud dengan deforestasi, khususnya gross deforestastion, hanya fokus pada perubahan tutupan hutan yang terjadi pada hutan alam.
"Untuk inilah, maka Indonesia tidak bisa menerima informasi tree cover loss sebagai angka deforestasi," kata Belinda.
Dalam perkembangannya, data GFW juga mengalami penyempurnaan, mengikuti kondisi yang dihadapi. Untuk itulah, juga dibangun data set yang menggambarkan hanya sebaran hutan alam saja.
Data set ini dinamai Primary Forest mask, dan data set inilah yang kemudian dipakai untuk membedakan keberadaan hutan alam terhadap vegetasi lainnya yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter.
Perubahan tutupan hutan yang terjadi pada Primary Forest mask inilah yang kemudian dirilis GFW dalam bentuk Primary Forest loss.
Namun demikian Primary Forest mask, pada dasarnya terdiri atas dua kelas utama juga, yaitu Primary Intact Forest dan Primary Degraded Forest.
Primary Intact Forest mendekati apa yang di Indonesia sering dikenal sebagai hutan primer, sedangkan Primary Degraded Forest mendekati kelas hutan sekunder yang dipakai di Indonesia.
Metodologi yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia melalui KLHK, termasuk penggunaan definisi hutan primer, telah dipublikasikan kepada publik internasional melalui dokumen resmi negara berjudul “National Forest Reference Emission Level (FREL)” yang secara resmi dikeluarkan oleh KLHK pada 18 September 2015.
Dokumen tersebut telah diterima serta disetujui oleh UNFCCC melalui proses verifikasi internasional pada November 2016.
Baca: Cerita Petani Diserang Harimau di Bengkalis: Sempat Bergelut, Putar Otak Supaya Bisa Selamat
Hal ini menggambarkan bahwa metode dan data Indonesia sudah well-recognized di dunia internasional.
“Maka definisi dan terminologi yang digunakan selain yang bersumber dari dokumen tersebut, harus diberikan keterangan dan informasi yang memadai agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah,” ucapnya.