Terima Suap dan Gratifikasi Rp 20 Miliar, Asisten Pribadi Mantan Menpora Dituntut 9 Tahun Penjara
Jaksa menyatakan, Ulum menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI, Endang Fuad Hamidy.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Miftahul Ulum, Asisten Pribadi Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, dituntut pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ronald Worotikan, membacakan putusan di ruang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020).
Jaksa menyatakan, Ulum menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI, Endang Fuad Hamidy.
Selain itu, Ulum didakwa menerima gratifikasi berupa uang Rp 8,6 miliar. Pemberian gratifikasi itu diperoleh dari sejumlah pihak.
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan putusan amar sebagai berikut, menyatakan terdakwa Ulum sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama berlanjut sebagaimana dakwaan 1 dan 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 9 tahun denda Rp 300 juta subsider 6 bulan," ujarnya, Kamis (4/6/2020).
Ulum bersama Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi meminta uang untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Baca: Masa Transisi di Jakarta, Kendaraan Pribadi Bisa Angkut Penumpang Penuh, Ini Syaratnya
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampinganprogram peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas perbuatannya, Ulum dituntut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan, untuk gratifikasi diperoleh dari berbagai pihak. Di antaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs.
Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.
Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.
Baca: Apakah Kamu Setuju dengan Ide Nisa Menggunakan Musik Tradisional dalam Senam? Jawaban SD Kelas 1-3
Lalu, uang sejumlah Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA dan uang sejumlah Rp 400 Juta dari Supriyono, BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
Perbuatan terdakwa merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Hal memberatkan perbuatan terdakwa mengganggu atlet Indonesia. Terdakwa tidak mengaku perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan. Dan terdakwa telah mempunyai keluarga" tambahnya. (glery/tribunnetwork/cep)