Novel Baswedan: Saya Merasa Dikerjai, Negara Abai
"Di waktu yang sama aku dikerjai gitu, loh. Jadi, memang ini negara abai. Itu harus digarisbawahi," kata Novel Baswedan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik KPK Novel Baswedan merasa dikerjai karena penerornya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis hanya dituntut hukuman 1 tahun penjara.
Novel Baswedan juga merasa pemerintah telah lalai.
Baca: Program Pemulihan Ekonomi bagi UMKM Diharapkan Tidak Salah Sasaran
Ia menganggap pekerjaannya untuk memberantas mafia hukum hanya dipandang sebelah mata.
"Di waktu yang sama aku dikerjai gitu, loh. Jadi, memang ini negara abai. Itu harus digarisbawahi," kata Novel kepada Tribunnews.com, Jumat (12/6/2020).
"Karena ini kan enggak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Ugal-ugalan yang nekat itu enggak mungkin berani kalau ada pembiaran," imbuhnya.
Novel menjelaskan, negara abai terlihat dari kedudukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tak menjadi representasi negara dalam mewakili kepentingan korban.
Menurutnya, jaksa seharusnya mewakili kepentingan dirinya selaku korban penyiraman air keras.
"Tapi ini tidak sama sekali mencerminkan kepentingan membela negara. Kepentingannya justru malah buruk sekali," kata dia.
Tak hanya negara yang dianggap abai, Novel menilai tuntutan 1 tahun terhadap dua terdakwa itu belum memenuhi rasa keadilan.
Ia pun merasa jengkel dengan proses hukum yang tengah berjalan ini.
Novel menyebut sejak awal proses hukum terhadap dua pelaku itu hanya formalitas belaka agar ada kepastian hukum.
Bahkan, pernyataan yang dirinya sampaikan bahwa terdakwa bakal dituntut di bawah 2 tahun penjara terbukti.
"Yang kedua mendongkolkan, biar saya bertambah jengkel gitu, loh. Menyerang saya secara psikologis," katanya.
"Saya melihatnya begitu. Makanya saya sudah bersiap dari awal," tutur Novel.
Meskipun demikian, Novel menyebut terdapat hal positif dalam proses hukum pelaku penyiraman air keras.
Menurutnya, masyarakat jadi tahu kebobrokan hukum Indonesia lewat kasus penyiraman air keras ini.
"Nah, itu yang penting. Karena bobroknya itu kita lihat, kita harus tahu bahwa risiko kebobrokan itu bisa terjadi kepada siapa pun. Nah, itu yang penting," kata Novel.
Novel yang kehilangan penglihatan mata kirinya itu berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pendapat hukum pihak yang merasa berkepentingan atau amicus curiae dalam menjatuhkan putusan nanti.
"Artinya hakim tidak ada alasan dia enggak paham, tidak ada alasan dia tidak mengetahui fakta-fakta. Bahkan yang aneh hal-hal yang kita sampaikan enggak dimasukkan, enggak digubris," kata Novel.
Sebelumnya, JPU meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun terhadap dua terdakwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Jaksa menyebut, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.
Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Jaksa dalam tuntutannya, Kamis (11/6/2020).
Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.
Baca: Penganiaya Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Ketua KPK: Kita Ikuti Proses Hukum
Sedangkan hal yang meringankan mereka belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.
Pembacaan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa dilakukan secara terpisah. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.