Pilkada Serentak Dinilai Telah Memenuhi Rambu-rambu Konstitusi
Pendapat Djohermansyah itu mendapat tanggapan dari Muhammad Rullyandi Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Johan menyoroti pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang digelar 9 Desember 2020.
Menurut Djohermansyah, pemilihan telah menabrak tiga teori diantaranya tidak ada pilkada jika ada bencana, tidak digelar pilkada jika orang tidak dalam keadaan aman maupun usulan alternatif mengenai mekanisme pengangkatan pelaksana tugas pemerintah daerah.
Pendapat Djohermansyah itu mendapat tanggapan dari Muhammad Rullyandi Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila.
Menurut Rullyandi, pelaksanaan pilkada serentak 2020 telah memenuhi rambu-rambu kontitusi.
"Saya pikir, Pak Djohermansyah, Guru Besar IPDN itu, tentunya perlu diuji rasio konstitusionalitasnya," kata Rullyandi dalam keterangannya kepada media, Minggu (14/6/2020).
Baca: Depok Siap Laksanakan Pilkada Desember 2020 dengan Protokol Kesehatan
Baca: Pilkada di Tengah Pandemi, Kertas Suara Disemprot hingga Mencoblos Gunakan Sarung Tangan
Baca: Pilkada di Tengah Pandemi Rawan Korupsi Hingga Makin Masifnya Politik Uang Berbalut Bansos
Rullyandi berpandangan, keseluruhan pandangan Guru Besar IPDN itu jika dihubungkan dengan gagasan negara hukum yang demokratis melahirkan suatu problem konstitusional yang berdampak luas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Baca: Login portal.ltmpt.ac.id, Berikut Syarat dan Tahap Pendaftaran UTBK-SBMPTN Tahun 2020
Baca: Terlepas dari Gendongan sang Ibu kala Banjir Menerjang, Bayi di OKU Sumsel Ini Ditemukan Meninggal
Baca: Khawatir Tagihan Listrik Membludak? Ini Rahasia Agar Terifnya Tetap Aman
Problem konstitusional tersebut disebabkan karena tidak sejalannya dengan kaedah prinsip negara hukum yang memenuhi aspek jaminan perlindungan kepastian hukum yang adil dengan pemenuhan hak konstitusional memilih dan dipilih.
"Padahal ini sebagai amanah konstitusi untuk menghindari potensi ketidakpastian kekosongan jabatan yang berkepanjangan, " katanya.
Menurutnya, sesuai dengan pedoman garis besar rambu - rambu konstitusional yang telah memberikan amanah bagi penyelenggaraan negara termasuk didalamnya proses pengisian jabatan kepala daerah dalam rezim demokrasi lokal.
Dan, Perpu Nomor 2 Tahun 2020 merupakan instrumen konstitusional untuk menghadapi situasi kegentingan akibat bencana non alam wabah pandemi global Covid-19.
Sehingga telah mempertimbangkan berbagai alasan subjektif dan alasan objektif keputusan dan komitmen negara untuk memutuskan pemilihan lanjutan pilkada serentak 9 pada Desember 2020 sebagaimana ditinjau secara kontekstual ketentuan Pasal 122 A ayat 2 dan Pasal 201 A Perpu Nomor 2 Tahun 2020.
"Serangkaian tindakan cepat dan responsif Pemerintah, DPR dan KPU dalam upaya mencermati dinamika ketatanegaraan ditengah bencana non alam Covid-19 sebagai kebutuhan urgensi konstitusional menghadapi potensi ancaman ketidakpastian hukum kokosongan jabatan kepala daerah yang definitif," terang Rullyandi.
Rullyandi menambahkan, bencana wabah pandemi non alam Covid-19 dapat dicegah dengan protokol kesehatan yang ketat, tersosialisasi dengan baik dan terimplementasi dengan penuh disiplin sebagaimana diamanahkan oleh WHO.
Menghadapi tatanan new normal life maka setiap negara diperlukan proses perubahan kultur adaptasi yang tidak menghentikan dan menunda kegiatan ekonomi dan pemerintahan.