Pengacara Terdakwa Sebut Novel Baswedan Tak Sabar Jalani Tindakan Medis Sehingga Matanya Rusak
Dia menyatakan penyiraman air keras yang menyasar Novel pada 11 April 2017 lalu karena didasari rasa benci pribadi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Terdakwa Disebut tak Niat Aniaya Novel
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua anggota Polri yang menjadi terdakwa penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, menyatakan tak berniat melakukan penganiayaan berat terhadap Novel.
Hal itu disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi terdakwa yang dibacakan penasihat hukum dari
Divisi Hukum Polri, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).
Baca: Sudah 3 Kali Istri Eks Sekretaris MA Mangkir Dipanggil KPK, Kali Ini Alasannya Sakit
Dalam sidang ini, majelis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasihat hukum terdakwa hadir
di ruang sidang.
Sementara, kedua terdakwa mengikuti persidangan dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, melalui telekonferensi video.
Tim Divisi Hukum Polri yang diketuai Rudy Heriyanto Adi Nugroho, menyatakan dakwaan jaksa kepada
kedua terdakwa adalah tidak terbukti.
Menurut mereka, tuntutan satu tahun penjara dari jaksa terhadap kedua anggota Polri itu tidak
didasarkan pada fakta-fakta persidangan.
"Kami menyayangkan dalam tuntutan tidak memperhatikan fakta di persidangan," ujarnya.
Dia menyatakan penyiraman air keras yang menyasar Novel pada 11 April 2017 lalu karena didasari
rasa benci pribadi terdakwa Rahmat Kadir Mahulette karena Novel dinilai telah mengkhianati institusi
Polri.
"Perbuatan didorong rasa benci pelaku. Penyiraman dipicu kebencian terdakwa kepada korban yang
tidak menjaga jiwa korsa. Sikap patriotik terdakwa merasa tercabik. Terdakwa ingin memberi pelajaran
kepada saksi korban," kata dia.
Disampaikan juga bahwa tidak ada perintah dari atasan maupun rekayasa dalam rangkaian kasus ini.
"Tidak ada unsur peranan atasan, murni karena keinginan terdakwa sendiri," ujarnya.
Dia melanjutkan, penyiraman air keras kedua terdakwa kepada Novel pada subuh hari kala itu dilakukan
secara spontanitas dan tidak ada unsur perencanaan melakukan suatu tindak pidana.
"Tidak berniat menganiaya berat hanya memberi pembelajaran saja. Tidak ada niat untuk membunuh.
Walaupun ada kemampuan untuk itu. Arah siraman ditujukan pada tubuh," ujarnya.
Selain itu, dia melanjutkan, tidak ada niat melakukan penganiayaan berat meski Novel mengalami
kerusakan pada matanya akibat serangan air keras tersebut.
Menurutnya, kerusakan mata Novel terjadi karena kesalahan penanganan dari tim medis.
"Bukan akibat langsung perbuatan penyiraman, melainkan akibat sebab lain yaitu penanganan tidak
benar tidak sesuai didorong sikap saksi korban yang tidak kooperatif dan sabar atas tindakan medis,"
kata dia.
Rudy juga mengatakan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette adalah pelaku tunggal dari penyerangan
kepada Novel.
Sementara, Ronny Bugis hanya sebagai alat yang dimanfaatkan Rahmat melakukan
tindak pidana.
"Terdakwa (Rahmat Kadir,-red) mengakui pelaku tunggal dan perbuatan mandiri. Tanpa ada perintah
atau rujukan siapapun. Ronny Bugis dipergunakan sebagai alat," kata tim kuasa hukum terdakwa, pada
saat membacakan nota pembelaan, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin
(15/6/2020).
Di persidangan pemeriksaan saksi Ronny Bugis pada 4 Juni 2020, Ronny mengungkap pernah
meminjamkan sepeda motor kepada Rahmat Kadir yang belakangan diketahui sepeda motor itu
dipergunakan memata-matai Novel di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lalu, pada 11 April 2017 dinihari, Ronny diminta mengantarkan Rahmat menggunakan sepeda motor ke
kediaman Novel. Di dekat kediaman Novel, Rahmat menyiramkan cairan air keras dari atas sepeda
motor yang dikendarai Ronny.
"Keterangan Ronny Bugis dan terdakwa bersesuaian. Telah terbukti niat terdakwa (Rahmat Kadir,-red)
tidak diketahui Ronny karena tidak pernah disampaikan bahkan pada saat kejadian penyiraman," kata
dia.
Pada sidang sebelumnya, JPU hanya menuntut satu tahun penjara kepada dua anggota Polri yang
didakwa melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa dengan peran masing-masing telah melakukan tindak pidana
penganiayaan berat dengan perencanaan yang mengakibatkan luka-luka berat seperti yang diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan
subsider Jaksa Penuntut Umum.
Ada Penggiringan Opini
Novel melihat ada kejanggalan dalam persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya
beberapa waktu lalu.
Di antaranya, adanya upaya penggiringan opini untuk mengubah fakta bahwa cairan yang digunakan
pelaku untuk menyiram bukan air keras.
"Menurut saya kejanggalan yang paling nyata adalah ketika di persidangan jaksa dan hakim atau
sebagian hakim setidak-tidaknya, sudah punya pandangan bahwa seolah-olah digiring opini air itu
adalah air aki, bukan air keras," kata Novel dalam diskusi online 'Menakar Tuntutan Jaksa dalam Kasus
Novel Baswedan'.
Upaya penggiringan opini juga terlihat dengan dimunculkannya klaim bahwa tidak ada bekas noda air
keras di baju yang dikenakannya saat kejadian.
Padahal, noda air keras pada baju yang digunakan tersebut sudah tergunting dan bekas guntingannya
tidak bisa ditemukan.
"Ditambah lagi dengan fakta yang menujukan beton yang kena air keras itu ada bekas warna atau
melepuh itu di dokumentasi dari tim dari laboratorium forensik yang melakukan olah TKP, tapi itu tidak
digunakan sebagai alat bukti," ujarnya.
Novel mengaku telah memberikan berbagai bukti kepada hakim yang mendukung dugaan penyiraman
menggunakan air keras tersebut. "Fakta-fakta yang kami sampaikan, bukti-bukti yang kami sampaikan
seolah-olah tidak dianggap, tidak dipertimbangkan," ucap dia.
Tak hanya barang bukti, Novel juga menyebut saksi kunci dalam kasus penyiraman air keras terhadap
dirinya tidak diperiksa oleh aparat penegak hukum.
Menurutnya, saksi-saksi yang diperiksa kepolisian hanya sebagian yang ada saat kejadian dan setelah
kejadian.
"Saksi-saksi kunci yang mengetahui peristiwa dan sebelum kejadian tidak diperiksa. Hanya sebagian
saja saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa," ujarnya.
Novel mengungkapkan saksi penting dalam kasus penyerangan dirinya ini adalah orang-orang yang
melakukan pemantauan lokasi sebelumnya penyiraman air keras itu dilakukan.
Pemeriksaan saksi kunci sebelum peristiwa dan saat penyiraman air keras itu adalah penting untuk
mengungkap pelaku sebenarnya dan motif penyerangan tersebut.
"Hal ini akan terkonfirmasi ketika saksi-saksi yang mengetahui melihat dengan jelas," ungkapnya.
Novel merasa heran karena penyidik tidak memeriksa saksi-saksi kunci tersebut.
Baca: Pengacara Aulia Kesuma Bakal Surati Komisi III DPR dan Jokowi, Desak Hukuman Mati Dihapus
Padahal, ia telah mengingatkan hal itu ke penyidik.
"Bahkan, beberapa saksi ada yang memotret pelakunya. Ketika ini
diabaikan, ini sesuatu hal yang sangat vulgar dan saya kira itu konyol sekali, keterlaluan sekali," ucap
Novel. (tribun network/gle/coz)