Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Haris Azhar: Tuntutan 1 Tahun Lecehkan Bangsa dan Merepresentasikan Pengadilan Ini Rekayasa

Haris Azhar turut memberikan tanggapannya terkait tuntutan 1 tahun penjara yang diajukan jaksa kepada penyerang air keras terhadap Novel Baswedan.

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Sri Juliati
zoom-in Haris Azhar: Tuntutan 1 Tahun Lecehkan Bangsa dan Merepresentasikan Pengadilan Ini Rekayasa
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (18/2/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Penggiat Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar turut memberikan tanggapannya terkait tuntutan 1 tahun penjara yang diajukan jaksa kepada penyerang air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

Tanggapan itu disampaikan Haris dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Rabu (17/6/2020).

Haris mengatakan, tuntutan 1 tahun penjara terhadap penyerang Novel itu melecehkan bangsa.

Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan ditemui di depan kediamannya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (11/4/2019). Novel Baswedan menyindir Presiden Jokowi terhadap tuntutan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras kepada dirinya.
Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan ditemui di depan kediamannya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (11/4/2019). Novel Baswedan menyindir Presiden Jokowi terhadap tuntutan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras kepada dirinya. (kompas.com)

"Buat saya tuntutan itu melecahkan bangsa ini ya, melecehkan sejarah dan masa depan bangsa ini."

"Kok ada orang dibiayai sama negara, jaksa itu kan dibiayai sama negara, itu bikin tuntutan kasus seperti ini 1 tahun," terang Haris.

Menurut Haris, tuntutan itu juga menggambarkan bagaimana kinerja pengadilan dalam mengatasi kasus Novel.

Baca: Rekam Jejak Fredrik Adhar, Jaksa Kasus Novel Baswedan, Punya Harta Rp 5,8 M, Akun IG Diserbu Netter

"Tapi tuntutan 1 tahun itu sebenarnya merepresentasikan, pengadilan ini memang rekayasa," kata dia.

Berita Rekomendasi

Haris mengatakan, pengadilan diciptakan hanya untuk menggugurkan kewajiban pemerintah.

"Pemerintah dalam arti yang luas ya, sudah menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," tegasnya.

Baca: Jokowi Tak Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan, Feri Amsari Tuding Istana Lari dari Tanggung Jawab

Selain itu, lanjut dia, jika melihat secara lebih teliti dalam proses persidangan itu sebenarnya ada banyak persoalan.

Misalnya, menurut Haris, ada fakta-fakta yang sebenarnya terjadi tidak dibawa ke pra persidangan atau ke persidangan.

"Jadi persidangan ini kayak punya radar, punya logic-nya sendiri, faktanya tidak bisa mengakomodir fakta-fakta yang sebenarnya terjadi," tegasnya.

Simak video lengkapnya:

Novel Baswedan Ungkap Rentetan Kejanggalan Kasusnya

Novel Baswedan ikut membeberkan kejanggalan yang terjadi selama proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Novel mengatakan, sejak awal dirinya sudah melihat banyak permasalahan dan kejanggalan dalam persidangan tersebut.

"Sehingga ketika ternyata respons dari penuntut adalah dengan memberikan tuntutan satu tahun, ditambah dengan narasi tuntutan yaitu terkait dengan Pasal 353."

"Maka saya melihat di situ ada hal yang tadinya sudah saya duga dan terjadi benar dan memang sudah saya perkirakan," tegas Novel.

Lebih lanjut, Novel memaparkan soal berbagai kejanggalan yang terjadi dalam perjalanan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Baca: Tepis Kuasa Hukum Terdakwa, Novel Baswedan: yang Tangani Saya Dokter Kornea Terbaik

Pertama, menurut Novel, soal kebenaran apakah kedua terdakwa tersebut benar pelaku yang sebenarnya.

Novel sudah menanyakan hal itu kepada penyidik, tapi hingga kini tak pernah mendapat jawaban soal itu.

"Sejak awal kedua terdakwa yang saat itu tersangka ditangkap atau menyerahkan diri, saya tidak tahu mana yang betul."

"Saat itu saya bertanya kepada penyidik, apa alat bukti atau hal yang mendasari penyidik meyakini bahwa kedua orang itu adalah pelakunya."

"Sampai perkara dilimpahkan ke penuntutan saya tidak pernah mendapatkan jawaban soal itu," terangnya.

Begitu juga diproses penuntutan, lanjut dia, Novel juga menanyakan hal yang sama kepada jaksa penuntut.

Namun, lagi-lagi, Novel tidak mendapat jawaban atau penjelasan soal hal itu.

"Saya bertanya kepada jaksa penuntut, apa yang membuat jaksa penuntut yakin, dua orang ini adalah pelakunya dan hal itu tidak ada penjelasan seperti apa begitu," jelasnya.

Baca: Feri Amsari Sebut Kasus Novel Baswedan Jadi Tanggung Jawab Presiden, Bagaimana Tanggapan Istana?

Kejanggalan kedua, menurut Novel, terjadi diproses persidangan, di mana berkas perkara saksi-saksi penting tidak dimasukkan dalam berkas perkara.

Terkait dengan hal itu, Novel dan kuasa hukumnya telah menyampaikan kepada jaksa penuntut.

Dengan harapan jaksa penuntut mau memasukkan saksi-saksi kunci yang mengetahui tentang penyerangan terhadap dirinya untuk dihadirkan dalam proses persidangan.

Namun, ternyata hal itu juga tidak dilakukan.

Tak hanya itu, Novel juga mendapati adanya beberapa barang bukti dalam kasus penyerangan air keras terhadap dirinya yang hilang.

"Contohnya adalah botol yang dipakai untuk menuang air keras ke mug dan dipakai untuk menyiram ke wajah saya, itu hilang."

"Ternyata juga baju yang digunakan saya saat itu, dibagian depannya digunting."

"Ketika digunting maka tentunya apabila ada bekas air keras atau apapun di sana menjadi hilang menjadi tidak terlihat karena sudah tidak ada barangnya."

"Ketika alasan dikatakan bahwa itu diambil untuk diuji sebagai sampel, saya tahu benar bahwa pengujian sampel itu tidak mungkin diambil dibagian yang besar tapi hanya diambil pada bagian yang kecil, dipotret dan dibuatkan berita acara tapi itu tidak dilakukan," paparnya.

Baca: Novel Baswedan Mengaku Tak Yakin Terdakwa adalah Pelaku Penyiraman Air Keras Terhadapnya

Tak berhenti di situ, Novel juga menjelaskan kejanggalan lain, yakni soal pertanyaan jaksa penuntut yang dianggapnya kurang tepat untuk ditanyakan kepada dirinya.

"Ketika di persidangan saya ditanya oleh jaksa penuntut, apakah saudara saksi, apabila saudara saksi menjadi penyidik terus kemudian ada orang datang kepada penyidik mengakui atas suatu peristiwa atau berbuat pidana tertentu, apakah kemudian diproses atau tidak?" kata dia.

Meski merasa aneh dengan pertanyaan itu, Novel tetap menjawabnya.

Dia menjawab, bahwa seharusnya penyidik bekerja dengan berdasarkan alat bukti.

Sehingga ketika ada orang datang dan mengakui perbuatannya, maka keterangan diambil dan dicocokkan dengan alat-alat bukti yang ada.

Baca: Polemik Tuntutan Ringan Penyerang Novel Baswedan, Mahfud MD dan Istana Angkat Bicara

"Apabila itu bisa diukur dan seperti apa, maka penyidik harus kritis di sana."

"Penyidik harus melihat apakah dia ini orang yang insyaf dan mengakui perbuatannya."

"Atau jangan-jangan dia adalah orang yang disuruh oleh orang atau kelompok tertentu untuk mengakui seolah-olah dia pelakunya dan dengan imbalan sejumlah tertentu," paparnya.

Menurut dia, hal itu harus dilihat karena semua ada kemungkinan.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas