Pejabat OJK Dijerat Pasal Pencucian Uang, Fakhri Hilmi: Allah Punya Maksud Tertentu untuk Saya
Pengumuman penetapan tersangka Fakhri dilakukan bersamaan dengan 13 korporasi yang menjadi tersangka baru.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi PT Jiwasraya.
Pengumuman penetapan tersangka Fakhri dilakukan bersamaan dengan 13 korporasi yang menjadi tersangka baru.
”1 orang tersangka dari OJK atas nama FH,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum
(Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono kepada wartawan, Kamis (25/6).
Hari menjelaskan bahwa tersangka saat ini menjabat sebagai Deputi Komisioner
Pengawasan Pasal Modal II Periode 2017-sekarang.
Sebelumnya, dia menjabat sebagaiKepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IIa periode Januari 2014-2017.
Baca: 13 Manajer Investasi Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Bagaimana Nasib Dana Nasabah?
Menurut Hari, Fakhri diduga terlibat dalam proses tindak korupsi sehingga mengakibatkan dan berujung pada kerugian negara.
"Tentu peran dari tersangka ini dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawabnya di jabatan itu dalam pengelolaan keuangan yang dilakukan di PT Asuransi Jiwasraya," ujarnya.
Atas perbuatannya Fakhri dijerat dengan Pasal 2 subsidair Pasal 3 Undang-Undang 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang 20 tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi.
Namun kata Hari, penyidik masih mengembangkan perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasaraya ini dan mencari alat bukti yang cukup untuk menjerat pasal pencucian uang kepada tersangka Fakhri Hilmi.
"Sementara ini masih dijerat dengan pasal tipikor ya, tim penyidik masih mengembangkan kasus ini ke arah pencucian uang," tuturnya.
Hari juga mengatakan terhadap tersangka Fakhri Hilmi masih belum dilakukan upaya
penahanan 20 hari ke depan oleh tim penyidik.
Namun, menurut Hari, tidak menutup kemungkinan tersangka juga akan ditahan seperti enam terdakwa lainnya pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
"Masih proses ya, karena ini kan baru ditetapkan sebagai tersangka. Jadi masih menunggu dari tim penyidik," katanya.
Fakhri Hilmi sendiri diketahui adalah pejabat karier di regulator bidang pasar modal
sejak era Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau Bapepam LK.
Pada 14 Januari 2012, ia dilantik oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai
pejabat eselon II di Bapepam.
Baca: Kejagung RI Bakal Sita Aset dari Tersangka Baru Kasus Korupsi Jiwasraya
Saat itu, FH menjabat Kepala Biro Pengelolaan Investasi.
Bapepam sendiri kemudian melebur ke dalam badan baru yang sudah dibentuk, yaitu
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun yang sama.
Berdasarkan data OJK, Fakhri menduduki posisi Direktur Pengelolaan Investasi hingga 2017. Posisi tersebut berada di bawah Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, unit yang dijabat Fakhri saat ini.
Sejak perubahan anggota Dewan Komisioner OJk pada 2017, Fakhri Hilmi mendapat
promosi dengan menjabat Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II.
Selain Fakhri, Kejaksaan Agung juga menjerat 13 korporasi sebagai tersangka dalam
perkara ini.
Baca: Eksepsi Benny Tjokro Ditolak, Sidang Kasus Korupsi Jiwasraya Berlanjut ke Tahap Pemeriksaan Perkara
Perusahaan-perusahaan itu merupakan manajer investasi yang diduga terlibat dalam pelarian uang nasabah. Korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka itu antara lain PT DM/PAC, PT OMI, PT PPI, PT MD, PT PAM, PT MAM, PT MNC, PT GC, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TVI, dan PT SAM.
"Berdasarkan alat bukti yang diperoleh dalam penyidikan maka pada hari ini ditetapkan 13 korporasi," ujarnya.
Terkait 13 korporasi yang menjadi tersangka itu, Hari mengatakan ada sekitar Rp 12,157 triliun merupakan bagian perhitungan kerugian, sementara yang sudah dihitung BPK mencapai Rp 16,81 triliun potensi kerugian negara.
Kejagung menyatakan kasus dugaan Angka ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada periode Tahun 2008 sampai 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam kasus ini Korps Adhyaksa lebih dahulu menetapkan enam orang sebagai
tersangka korupsi di tubuh perusahaan asuransi milik negara itu.
Mereka yakni Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo.
Baca: Kejagung Terus Cari Pihak Lain yang Bertanggung Jawab di Kasus Korupsi Jiwasraya
Kemudian mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks
Kepala Divisi Investasi dan Keuangan pada PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, serta
Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Keenam orang itu telah menjalani
persidangan.
Menanggapi penetapannya sebagai tersangka itu, Fakhri Hilmi tidak berbicara banyak.
Dia mengatakan, dirinya akan fokus menjalani kasus ini.
"Allah punya maksud tertentu untuk saya," kata Fakhri seperti dilansir dari Kontan.
Adapun Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo
mengatakan sejak dimulainya proses penyelidikan, OJK telah dan selalu memberikan
dukungan dalam bentuk penyediaan data dan informasi serta asistensi yang diperlukan oleh pihak Kejaksaan Agung.
“OJK mendukung proses penegakan hukum terkait kasus Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung dengan tetap menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah,” demikian tulisnya dalam keterangan resminya, Kamis (25/6/2020).
Selain itu, tulis Anto, OJK selama ini telah bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk
membangun sistem keuangan yang sehat, stabil dan kredibel dalam rangka melindungi konsumen dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Dia menuturkan, salah satu falsafahpenting OJK adalah menegakkan pelaksanaan pengaturan dan pengawasan untukterselenggaranya sistem jasa keuangan yang menjunjung tinggi aspek governance.
Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kewenangan OJK tetapi juga berhubungan dengan pelaksanaan operasional di industri perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank.
“Sejak OJK efektif menerima amanat peraturan perundang-undangan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan pasar modal dan IKNB (sejak 1 Januari 2013) dan perbankan (sejak 1 Januari 2014), OJK terus menerus melakukan berbagai
penguatan dan perubahan untuk menciptakan praktik-praktik industri jasa keuangan
yang sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance,”
tutupnya.(tribun network/igm/ktn/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.