Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dianggap Merugikan Calon Penumpang Transportasi Umum, Aturan Rapid Test Digugat ke MA

Sholeh menyebut, tidak ada kewajiban rapid test bagi calon penumpang transportasi pada Keputusan Menteri Kesehatan tersebut.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Dianggap Merugikan Calon Penumpang Transportasi Umum, Aturan Rapid Test Digugat ke MA
Kompas.com
Pengunjung Puncak Cianjur menjalani rapid test di wilayah perbatasan, Sabtu (20/6/2020). Hasilnya, 23 orang dinyatakan reaktif 

"Uji rapid test hasilnya tidak bisa langsung dibawa oleh calon penumpang. Darah diambil pagi, jam 6 sore hasil baru keluar, waktu yang lama ini tentu merugikan calon penumpang yang hendak pergi mendadak ke luar kota," ungkapnya.

Sholeh menyebut, membutuhkan minimal satu hari calon penumpang baru bisa pergi ke luar kota.

Menurutnya, pekerjaannya sebagai lawyer yang memerlukan mobilitas antarkota menjadi dirugikan.

"Bukankah hal ini sangat merugikan Pemohon dan calon penumpang lainnya," ungkap Sholeh.

Alasan selanjutnya, masa berlaku tes PCR dan rapid test dinilai singkat dan tidak ada jaminan calon penumpang tidak terpapar virus corona.

"Kenapa masa berlaku PCR 7 hari dan rapid test 3 hari? Apa jaminannya hari ke dua penumpang tersebut tidak terpapar virus corona saat bepergian? Patut diduga masa berkalu hasil tes PCR dan rapid test yang pendek menguntungkan rumah sakit," ujarnya.

Sholeh menyebut, bisa jadi puluhan ribu orang setiap hari bepergian dan mengajukan rapid test.

Baca: Kereta Bandara Soekarno- Hatta akan Mulai Kembali Beroperasi Pada 1 Juli 2020

Berita Rekomendasi

Diskriminatif

Selain itu Sholeh juga memandang aturan kewajiban rapid test diskriminatif.

Pasalnya, masyarakat yang ke luar kota dengan menggunakan kendaraan darat seperti truk dan bus tidak diwajibkan rapid test.

"Kenapa orang yang bepergian menggunakan mobil pribadi ke luar kota tidak diwajibkan menunjukkan hasil rapid test, juga sopir-sopir truk luar kota juga tidak diwajibkan rapid test, bukankah mereka juga rentan terpapar virus corona saat bepergian? Bukankah kebijakan ini diskriminatif?" ungkapnya.

"Sama-sama bepergian ke luar kota, kenapa untuk pesawat terbang, kereta api dan kapal laut wajib menunjukkan hasil rapid test, sedangkan calon penumpang bis kok tidak?" lanjutnya.

Selain itu, Sholeh juga menyebut calon penumpang yang memiliki hasil rapid test non reaktif tidak ada jaminan melanjutkan perjalanan jika suhu badan di atas 38 derajat celcius saat dicek.

"Saat masuk bandara, stasiun dan terminal semua calon penumpang di tes suhu badan, jika hasil tes suhu badan di atas 38 tidak bisa bepergian, meskipun calon penumpang tersebut membawa hasil rapid test non reaktif," ungkapnya.

Baca: Syarat dan Biaya Rapid Test di Bandara Soekarno-Hatta untuk Syarat Naik Pesawat

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas