LPSK Dorong Kasus Pemalsuan Sertifikat ABK Dikembangkan ke Tindak Pidana Perdagangan Orang
LPSK berharap, penyidik memproses hukum ke-11 tersangka pemalsuan sertifikat keterampilan pelaut mengaitkannya dengan tindak pidana perdagangan orang
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Anita K Wardhani
“Perbudakan pada sektor perikanan ini melibatkan banyak negara sehingga masuk ke dalam kategori kejahatan lintas negara [transnational crime],” ujar Edwin.
Edwin mengungkapkan, data LPSK sepanjang 2015-2019, terdapat 122 korban TPPO yang dibekali dokumen palsu.
Khusus ABK sektor perikanan, LPSK telah memberikan perlindungan kepada 232 korban mulai dari tahun 2013-Juni 2020.
“Angka ini bukan merupakan jumlah keseluruhan dari korban peristiwa serupa,” ujarnya.
Masih menurut Edwin, korban TPPO mendapatkan atensi khusus dari LPSK karena merupakan 1 dari 8 tindak pidana prioritas yang dimandatkan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pada 2018, terdapat 186 terlindung dari kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung pada 2019.
Angka demikian menempatkan kasus TPPO pada posisi empat besar jumlah terlindung LPSK, setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM yang berat di tahun 2019.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan, korban TPPO yang menjadi terlindung LPSK berasal dari berbagai profesi, jenis kelamin dan usia, termasuk anak.
Mereka ada yang bekerja sebagai pekerja hiburan, nikah kontrak, pekerja seks komersil, perkebunan, penjualan organ tubuh, ABK dan lainya, yang terjadi di dalam dan luar negeri.
“LPSK siap bekerja sama dengan Polri untuk mengkaji keterkaitan antara pemalsuan sertifikat pelaut dengan kasus-kasus TPPO sektor perikanan lain, yang korbannya menjadi terlindung LPSK,” kata Antonius.