Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Arief Poyuono: Jokowi Tahu Menteri Mana yang Lelet Kerjanya dan Tak Punya Sense of Crisis

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin melakukan reshuffle kabinet.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Arief Poyuono: Jokowi Tahu Menteri Mana yang Lelet Kerjanya dan Tak Punya Sense of Crisis
Tribunnews/JEPRIMA
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono saat ditemui tim Tribunnews.com di Kawasan Bekasi, Jawa Barat, Selasa (12/5/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin melakukan reshuffle kabinet.

"Kalau siapa yang layak direshuffle saya pikir Pak Jokowi sudah tahu, menteri-menteri mana yang lelet kerjanya dan tidak punya sense of crisis saat terjadinya dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional, keadaan sosial masyarakat, serta PHK buruh," kata Arief Poyuono kepada wartawan, Senin (29/6/2020).

Menurutnya, bekerja dengan tipe kepemimpinan Jokowi paling menyenangkan bagi para menteri, di mana Jokowi itu seorang yang berani mengambil risiko apapun untuk kepentingan rakyat dan negara.

Baca: Jokowi Ancam Lakukan Reshuffle, Politikus PAN: Presiden Merasakan Ada yang Tidak Beres di Kabinet

Arief Poyuono mencontohkan Jokowi yang menawarkan kebijakan berupa Perppu maupun Perpres jika ada hambatan terhadap penanganan Covid-19, untuk menyelamatkan ekonomi kecil dan ancaman buruh yang mengalami PHK serta menciptakan pertahanan kesehatan (health security) bagi ancaman pandemi.

"Tapi memang sangat di sayangkan banyak menteri dan pimpinan lembaga dalam menghadapi pandemi tidak banyak melakukan tindakan atau kebijakan extraordinary sehingga berdampak bagi tingkat kesejahteraan masyarakat, perekonomian nasional dan health security bagi masyarakat," ujarnya.

Baca: Jengkel dengan Kinerja Para Menteri di Tengah Krisis Pandemi, Jokowi: Nggak Ada Progress Signifikan

Terkait pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi akan mengalami minus pertumbuhan, Arief menilai instrumen untuk mencegah minus pertumbuhan ekonomi, seperti belanja pemerintah untuk bansos sangat lamban dan belum mencapai 100 persen.

Berita Rekomendasi

Begitu pula belanja alat kesehatan dan alat pelindung diri juga sangat sedikit dan terlambat.

"Begitu juga realisasi dana penyelamatan ekonomi nasional akibat Covid terutama untuk sektor UMKM, penyelamatan kredit macet korporasi akibat PSBB juga tak kunjung dieksekusi. Padahal daya tahan pengusaha dan korporasi yang sehat itu hanya 4 bulanan untuk bisa tutup dan tetap mengaji pegawainya," ucapnya.

Baca: Luapan Kejengkelan Jokowi Akan Kerja Menteri, Singgung Anggaran Kesehatan Hingga Ancaman Reshuffle

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal reshuffle saat rapat kabinet paripurna di hadapan para menteri Kabinet Indonesia Maju pada 18 Juni 2020, lalu.

Dalam kesempatan itu, Jokowi mengutarakan rasa kecewanya terhadap kinerja para menteri yang dinilai tidak memiliki progres kerja yang signifikan.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Lebih lanjut, Presiden mengajak para menteri ikut merasakan pengorbanan yang sama terkait krisis kesehatan dan ekonomi yang menimpa Indonesia saat di tengah pandemi Covid-19.

Jokowi menilai, hingga saat ini diperlukan kerja-kerja cepat dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Terlebih, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyampaikan, bahwa 1-2 hari lalu growth pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen. 6-7,6 persen minusnya. Lalu, Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen.

"Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," ucap Jokowi.

Belanja Sektor Kesehatan Baru 1,53 Persen dari Rp 75 Triliun

Masih dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengungkapkan rasa kecewanya terkait minimnya belanja kementerian di masa krisis pandemi Covid-19.

Menurut Jokowi, minimnya belanja kementerian akan berdampak pada ekonomi masyarakat.

Ia pun meminta agar belanja kementerian segera dipercepat semaksimal mungkin

"Saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beradar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

"Jadi belanja kementerian tolong dipercepat," tambahnya.

Baca: Saat Jokowi Bicara Reshuffle di Depan Menteri

Jokowi pun menyinggung Kementerian Kesehatan yang masih minim menggunakan alokasi belanjanya.

Padahal, disaat krisis ini, Jokowi ingin kecepatan kementerian dalam melakukan perputaran uang.

"Bidang kesehatan, tuh dianggarkan Rp 75 triliun. Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua," ujar Jokowi.

Baca: Marahi Menteri, Jokowi Pertimbangkan Reshuffle hingga Bubarkan Lembaga

"Segara itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran. Sehingga mentrigger ekonomi," ucapnya.

Jokowi pun merasa heran, padahal anggaran Rp 75 triliun di sektor kesehatan bisa dialokasikan dengan cepat ke tenaga media hingga belanja alat kesehatan.

"Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialias, untuk tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu," kata Jokowi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas