Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Urgensi Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila

Menurutnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) PIP berbeda secara substansi dan materi hukum dengan RUU HIP

Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Urgensi Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Wakil Ketua MPR fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP) yang belakangan menuai kontroversi di tengah masyarakat dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia atas payung hukum berupa Undang-Undang bagi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah menilai saat ini badan yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo pada 2018 lalu itu membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang.

Baca: Politikus PKB Nilai Perubahan Nama RUU HIP Tak Selesaikan Masalah

Menurut Basarah, hal itu dibutuhkan agar ke depannya kewajiban negara dalam pembinaan mental dan ideologi bangsa tidak tergantung pada selera politik presiden tertentu.

"Kita tidak ingin tugas membina mental ideologi bangsa yang begitu penting ini itu tergantung oleh selera politik seorang presiden. Harusnya pembinaan ideologi Pancasila ini bersifat permanen. Itulah yang menjadi dasar munculnya gagasan memberi payung hukum Pembinaan Ideologi Pancasila," kata Basarah di Menara Kompas Jakarta pada Senin (29/6/2020).

Menurutnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) PIP berbeda secara substansi dan materi hukum dengan RUU HIP.

Menurutnya, RUU PIP nantinya hanya memuat pasal-pasal yang lebih bersifat teknis karena hanya mengatur di antara lain tugas, wewenang, fungsi, dan struktur kelembagaan BPIP.

Berita Rekomendasi

Ia mengatakan dalam RUU tersebut nantinya seluruh pasal yang kontroversial di dalam RUU HIP juga didrop dan digantikan dengan pasal-pasal yang sifatnya teknis terkait BPIP tersebut.

Sedangkan menurutnya RUU HIP saat ini memuat pasal-pasal yang sifatnya ideogis politis, yang juga menjadi penyebab kontroversi bagi masyarakat.

Antara lain tafsiran sejarah pembentukan, filosofi, tata cara, strategi, dan menginternalisasikan Pancasila dalam kehidupan masyarakat.

"Dengan kata lain sebenarnya yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah sebuah payung hukum Undang-Undang yang bersifat teknis mengatur tugas wewenang, fungsi, dan struktur Badan Pembinaan Ideologi Pancasila," kata Basarah.

Terkait hal tersebut Basarah menilai saat ini penting bagi pemerintah untuk mendengarkan pendapat, usulan, dan saran-saran dari berbagai macam pemangku kepentingan di negara ini mulai dari ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, MUI, PGI, KWI, Purnawirawan TNI-Polri, dan lain sebagainya sebelum nantinya mengirimkan surat presiden dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada DPR terkait RUU HIP.

Ia menilai di saat tersebut pemerintah bisa menyampaikan pentingnya payung hukum berupa Undang-Undang bagi BPIP.

"Kami sangat menghormati, mengapresiasi sikap pemerintah menunda pembahasan RUU HIP itu bersama DPR dengan belum mengirimkan Surpres sampai dengan saat ini. Saya kira waktu penundaan ini adalah waktu yang baik, baik bagi DPR maupun Pemerintah untuk menjelaskan kembali kepada publik tentang apa sebenarnya yang pada awal dibentuknya rancangan Undang-Undang ini diperlukan kepada masyarakat, yaitu Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Ideologi Pancasila," kata Basarah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas