Amien Rais: Pak Jokowi Sedang Bermain Sandiwara Politik Supaya Kembali Dicintai Rakyatnya
Dia berharap, jika benar akan melakukan perombakan kabinet, maka Jokowi jangan mengulang kesalahan yang sama.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Senior Amien Rais mengaku kasihan sekaligus tertawa melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah-marah kepada para menterinya dan mengancam akan merombak kabinet (reshuffle) pada 18 Juni, pekan lalu.
"Saya terbit kasihan, terbit ketawa juga, kemudian seperti menepuk air didulang, terpercik muka sendiri juga," ujar Amien Rais, seperti dikutip Tribunnews.com dari video yang yang diposting dalam akun Instagram pribadinya @amienraisofficial, Rabu (2/7/2020).
Amien Rais menilai, kemarahan Jokowi ini bisa dilihat dari sejumlah kemungkinan.
Ia menduga, Jokowi sedang bermain sandiwara politik.
"Pertama itu Pak Jokowi sedang bermain sandiwara politik. Itu dengan mengaduh-aduh, merintih-rintih, biar rakyat kembali menjadi mempercayai Pak Jokowi mencintai, beliau harus dibela," jelas mantan Ketua MPR RI itu.
"Jadi kesalahan fatal itu, kemarahannya Pak Jokowi itu kan terbatas, dipublikasikan, seluruh umat manusia tahu, akhirnya dunia malah jadi mengetahui," kata Amien Rais.
Melalui sandiwara itu menurut Amien Rais, Jokowi ingin mendapat simpati rakyat ketika menyalahkan para menteri yang dipilihnya bersama tim.
Amien Rais mengingatkan Jokowi untuk fokus guna mempebrbaiki kinerjanya.
Jika memang ingin merombak kabinet, maka lakukan segera tanpa mengulangi kesalahan yang sama saat memilih jajaran pembantunya.
Karena kata dia, jika Jokowi kembali salah memilih, maka nasibnya akan sama seperti Presiden kedua RI Soeharto saat di akhir kekuasaannya.
"Kalau mau reshuffle ya reshuffle, tapi jangan pilih yang begitu lagi. Dan harus cepat. Kalau tidak, ya sudah begini apa adanya. Tapi saya ingatkan ya pada Pak Jokowi itu, ya. Lihatlah nasib Pak Harto dulu," ucap Amien Rais.
Sejak semula kabinet itu dipilih, Amien Rais melihat hampir sepertiga menteri itu, tak punya sifat kerakyatan.
Dia mencontohkan, ketika seorang CEO ojek online. tiba-tiba dipilih untuk mengurusi kementerian besar, Kementerian pendidikan nasional.
Kemudian juga ketika sosok pembeli saham klub sepak bola Inter Milan, dan klub-klub bola basket dalam dan luar negeri, tiba-tiba jadi mengurusi BUMN.