KPU Diminta Terbitkan Regulasi Larangan Mantan Pengguna Narkoba Maju di Pilkada
Ia menegaskan, jika partai politik mengajukan calon kepala daerah mantan pecandu narkoba maka KPU bisa menolaknya.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan peraturan tentang syarat mantan pengguna, pecandu dan bandar narkoba tidak boleh menjadi calon dan dicalonkan sebagai kepala daerah pada Pilkada 2020.
Menurutnya, KPU harus mengambil langkah teknis terkait pelaksanaannya.
"Kita menyangkan kenapa KPU tidak menerbitkan aturan itu. Kan banyak hal yang diatur oleh KPU tapi kenapa hal (mantan pengguna narkoba,red) ini tidak diatur. Makanya kita ingatkan dan dorong KPU untuk membuat aturan tentang itu supaya jelas pelaksanaannya," kata Suparji kepada wartawan, Senin (6/7/2020).
Baca: Gerindra Minta KPU Tolak Pengguna Narkoba Maju Jadi Calon Kepala Daerah di Pilkada 2020
Suparji menambahkan, peraturan yang dibuat KPU, misalnya, berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang melarang pecandu narkoba naju di Pilkada.
Ia menegaskan, jika partai politik mengajukan calon kepala daerah mantan pecandu narkoba maka KPU bisa menolaknya.
Baca: KPU: Anggaran Tambahan Pilkada Sudah Disalurkan ke KPU Daerah
"Ya bisa (ditolak oleh KPU,red). Sudah jelas kok regulasinya, antara lain kan UU, dan kemudian revisi dari UU itu atau syaratnya pelaksanannya ditentukan antara lain oleh MK. Jadi kalau ada yang menggunakan itu bisa ditolak. Salah satu syarat kan bebas dari narkoba," ucapnya.
Lebih lanjut, Suparji menegaskan putusan MK yang melarang pencandu, pengedar, dan bandar obat-obatan terlarang tersebut sudah final. Putusan MK tersebut harus disambut baik dan ditaati semua pihak.
Sebab, kata Suparji, putusan MK itu adalah bagian dari komitmen untuk memberantas narkoba di Indonesia yang ditenggarai sebagai kejajatan luar biasa.
"Sampai sekarang juga belum ada pola yang efektif untuk memberantas atau mencegahnya. Jadi dengan putusan MK ini akan mendorong bahwa kepala daerah itu memang betul-betul yang berintegritas, bermoral dan tidak ada hubungannya dengan narkoba," tegas Suparji.
Suparji juga menilai, putusan MK tersebut juga menjadi warning untuk partai politik agar merekrut dan mengusung calon kepala daerah yang sempurna, beritegritas dan tidak cacat moral, hukum dan politik.
Jangan sampai partai politik mengusung calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
"Karena bagaimana dia menjadi kans satu daerahnya itu bebas dari narkoba sebagai bagian dari komitmen nasional kalau yang bersangkutan itu pernah bersingungan dengan narkoba," katanya.