Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Kalteng Dipilih Sebagai Kawasan Food Estate di Luar Pulau Jawa

Ia mengatakan dengan merevitalisasi areal sawah yang sudah ada, maka biaya yang dibutuhkan juga akan lebih murah dibandingkan dengan harus mencetak

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Alasan Kalteng Dipilih Sebagai Kawasan Food Estate di Luar Pulau Jawa
Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi 

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis, (9/7/2020).

Presiden meninjau kawasan food estate didampingi sejumlah kabinet Indonesia Maju. 

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, Kalteng dipilih sebagai kawasan food estate atau pusat pengembangan tanaman pangan di luar Pulau Jawa, karena dinilai sudah memiliki jaringan irigasi, petani, hingga sistem pendukung produksi pertanian yang baik.

 "Sebelumnya ada beberapa alternatif seperti di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Merauke," katanya di Kapuas, Kalteng.

Menurutnya kunci dari program pengembangan food estate di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah penyediaan air untuk irigasi areal sawah, terutama pada lahan potensial seluas 165.000 hektare (ha) yang merupakan kawasan aluvial, bukan gambut, pada lahan Eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG). 

Baca: Didampingi Prabowo, Presiden Jokowi Tinjau Food Estate di Kabupaten Kapuas

"Kuncinya ada pada ketersediaan air untuk irigasi, baru diikuti dengan teknologi pertaniannya. Untuk itu Kementerian PUPR fokus pada lahan yang sudah ada jaringan irigasinya. Kita lihat jaringan irigasinya sudah intensif di masing-masing blok sawah, namun ada yang tidak terpelihara sehingga itu yang akan diperbaiki dan perlu dilakukan pembersihan (land clearing) saja, tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali dan tidak akan menyentuh lahan gambut dan hutan," katanya.

Ia mengatakan dengan merevitalisasi areal sawah yang sudah ada, maka biaya yang dibutuhkan juga akan lebih murah dibandingkan dengan harus mencetak sawah baru. 

Berita Rekomendasi

"Karena kalau membuka sawah baru rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk lahan seluas 1 ha apalagi di daerah rawa itu bisa mencapai Rp 30 juta. Kalau kita merehabilitasi sawah yang sudah ada untuk luas lahan 1 ha hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 8-9 juta," tuturnya. 

Kedepannya menurut Basuki visi food estate tersebut adalah pengembangan sistem pertanian yang modern (modern agriculture system) sehingga nantinya tidak hanya dimanfaatkan saat produksi tetapi juga pasca produksi.

"Jadi bukan sistem pertanian yang biasa, sehingga Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelola juga harus memiliki keterampilan dan keahlian. Transmigran yang dipilih nantinya harus memiliki skill yang baik untuk mekanisasi pertanian," ujar Basuki.

Ia menambahkan pengembangan program food estate ini akan dilakukan bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan dan juga Kementerian BUMN untuk skema investasi.

Kementerian PUPR mengembangkan sarana dan prasarana dasar seperti perbaikan saluran-saluran irigasi di sekitar kawasan tersebut baik jaringan irigasi sekunder maupun primer. 

Sementara Kementerian BUMN bersama Kementerian Pertanian akan melakukan pengembangan teknologi olah tanamnya sehingga bisa menghasilkan produksi yang lebih baik. Diharapkan dari 1 hektare lahan tersebut akan meningkatkan tambahan produktivitas padi dari 1 - 2 ton/ha menjadi sebesar 3-4 ton/ha.

Dari 165.000 hektar lahan potensial tersebut seluas 85.500 hektare merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya. Sementara 79.500 hektare sisanya sudah berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan (land clearing) saja, tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali. Khusus untuk peningkatan irigasi, diperkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp 2.9 triliun untuk tahun 2021 dan 2022.

Dari 85.500 hektare lahan fungsional, sekitar 28.300 hektare yang kondisi irigasinya baik. Sementara 57.200 hektare lahan lainnya diperlukan rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka program food estate dengan total kebutuhan anggaran Rp 1,05 triliun. Rehabilitasi ini dikerjakan secara bertahap mulai dari tahun 2020 hingga 2022 dengan rincian 2020 seluas 1.210 hektare senilai Rp 73 miliar, pada 2021 seluas 33.335 hektare senilai Rp 484,3 miliar, dan tahun 2022 seluas 22.655 senilai Rp 497,2 miliar.

Pada Tahun Anggaran 2020, kegiatan rehabilitasi irigasi yang dilakukan Kementerian PUPR meliputi 4 kegiatan fisik yakni rehabilitasi seluas 1.210 hektare dengan anggaran Rp 26 miliar dan 2 kegiatan perencanaan seluas 164.595 hektare dengan anggaran Rp 47 miliar.

Kegiatan fisik meliputi peninggian tanggul, pembuatan pintu air dan pengerukan saluran di D.I Rawa Tahai seluas 215 hektare senilai Rp 9,8 miliar. D.I Tambak Sei Teras seluas 195 hektare senilai Rp 4,1 miliar. D.I Tambak Bahaur seluas 240 hektare senilai Rp 3,9 miliar dan D.I Rawa Belanti seluas 560 hektare senilai Rp 8,2 miliar.

Diarty (47) salah seorang transmigran asal Semarang yang ditemui Menteri Basuki saat meninjau DI Rawa Dadahup, Kalteng mengatakan, permasalahan utama para petani transmigran di daerah tersebut adalah ketersediaan air untuk irigasi sawah. "Harapan saya dengan program ini Pemerintah kembali memberikan perhatian untuk mencukupi air irigasi bagi sawah," ujarnya.

Turut hadir dalam kunjungan tersebut Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko, Kepala BBWS Serayu Opak Dwi Purwantoro, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Palangkaraya Dwi Cahyo Handono, dan Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas