Ekstradisi Maria Dinilai Tutupi Malu Yasonna atas Bobolnya Djoko Tjandra dan Harun Masiku
"Ekstradisi Maria Pauline adalah menutupi rasa malu Menteri Yasonna atas bobolnya buron Djoko Tjandra," katanya
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai ekstradisi tersangka pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa hanya kedok untuk menutupi malu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly atas kinerjanya selama ini.
Pasalnya, beberapa waktu lalu Dirjen Imigrasi yang berada di bawah kepemimpinan Menkumham Yasonna kecolongan setelah buron kasus Bank Bali Djoko Tjandra bebas keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
Baca: Berhasil Ekstradisi Buron Maria Pauline Lumowa, Yasonna Ungkap Sejumlah Hambatan yang Sempat Terjadi
"Ekstradisi Maria Pauline adalah menutupi rasa malu Menteri Yasonna atas bobolnya buron Djoko Tjandra, dan menghilangnya Harun Masiku hingga saat ini yang belum tertangkap," kata Boyamin dalam keterangannya, Kamis (9/7/2020).
Boyamin menilai ada masalah yang perlu dibenahi, dimana ekstradisi Maria Pauline Lumowa menunjukkan cekal akibat DPO adalah abadi hingga tertangkap, meskipun tidak ada kabar kelanjutan proses hukum dari Kejaksaan Agung selaku penegak hukum.
"Karena senyatanya Maria Pauline Lumowa status tetap cekal sejak 2004 hingga saat ini," katanya.
Sementara, menurut Boyamin, perlakuan terhadap Joko Tjandra terkesan berbeda.
Hal ini dikarenakan nama Joko pernah dicoret dari daftar cekal, sehingga tersangka kasus Bank Bali itu bisa melenggang bebas.
"Hal ini membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Joko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada tanggal 12 Mei 2020, SP 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Padahal tidak ada permintaan hapus oleh Kejagung yang menerbitkan DPO," tuturnya.
Boyamin menegaskan publik menuntut keseriusan pemerintah menangkap buronan lain, seperti Djoko Tjandra, Harun Masiku, Eddy Tansil, hingga Honggo Wendratno.
Ia pun meminta pemerintah mencabut paspor para buron dan mendesak negara lain yang memberikan paspor untuk juga mencabutnya.
"Jika buron tertangkap cukup diterbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor [SPLP] sekali pakai untuk membawa pulang ke Indonesia," ujarnya.
Di lain pihak, Yasonna menerangkan kedatangan Djoko Tjandra tak terekam dalam data perlintasan sistem keimigrasian.
Ia mengklaim bersama Kejagung tengah memburu Djoko Tjandra yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima (EGP).
Baca: Rekam Jejak Kasus Maria Pauline Lumowa, Tersangka Pembobol BNI yang Buron Selama 17 Tahun
"Tentang Djoko Tjandra, Kejaksaan sedang memburu, kita bekerja sama. Kemarin ada info masuk di Indonesia, kita cek data perlintasan sama sekali enggak ada. Biar jadi penelitian selanjutnya," kata Yasonna saat memberikan keterangan pers di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020).
Sementara terkait Harun Masiku, Yasonna pernah menyampaikan jika saat itu terjadi perbaikan sistem keimigrasian ketika Harun Masiku tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada awal Januari 2020.