Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Sempat Merasa Dijebak dan Punya Niat Baik Diperiksa
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, mengatakan Maria merasa dijebak.
Penulis: Nuryanti
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Maria Pauline Lumowa yang menjadi tersangka kasus pembobolan Bank BNI, diekstradisi dari Serbia ke Indonesia.
Perempuan yang telah menjadi buron selama 17 tahun ini, dijadwalkan tiba di Indonesia pada Kamis (9/7/2020).
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, memimpin proses ekstradisi tersebut.
Maria Pauline Lumowa menjadi satu di antara tersangka pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, mengatakan Maria merasa dijebak.
Informasi tersebut didapat saat dirinya melakukan wawancara bersama Maria 17 tahun silam.
Rustika yang merupakan seorang jurnalis saat itu, bertemu dengan Maria di Singapura.
Baca: KRONOLOGI Kasus Maria Pauline Lumowa, Pembobol Bank BNI Rp 1,7 Triliun yang Buron 17 Tahun
Pertemuan tersebut terjadi saat Maria sudah berstatus sebagai buron di Indonesia.
Rustika mengatakan, awalnya Maria tak mengetahui soal pembobolan Bank BNI tersebut.
Maria Pauline Lumowa saat itu menyebut bahwa dirinya tengah dijebak.
"Awalnya dia diberitahu sekretarisnya bahwa kartu rekeningnya tidak bisa dipakai lagi."
"Dia mengatakan dia dijebak, dan mengatakan sejumlah nama saat itu," ungkap Rustika, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (9/7/2020).
Menurutnya, sebelumnya Maria sudah ingin memberikan klarifikasi saat masih berada di Singapura.
Sebab, dirinya sangat berat dicap sebagai seorang buron yang sedang dicari polisi.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Diekstradisi dari Serbia setelah 17 Tahun Buron
"Dia sudah ingin mengklarifikasi semuanya, karena bagi dia sangat berat."
"Versinya dia, dia sangat religius tapi dicap sebagai pembobol bank," katanya.
"Maria Pauline memang seorang buron di Indonesia, tapi posisi Maria ada di Singapura."
"Dia hanya bilang 'dia syok sekali tapi dia hanya dijebak' gitu," jelas Rustika.
Perempuan tersebut sempat menawarkan diri untuk diperiksa saat masih berada di Singapura.
Namun, menurut Maria, keinginannya tersebut ditolak oleh pihak Indonesia.
"Sebenarnya Maria mengatakan, dia punya niat baik diperiksa tapi di Singapura bersama pengacara."
"Tapi niat itu ditolak, dan belum ada tanggapan, jadi itu versi Maria," tegas Rustika.
Baca: Profil Maria Pauline Lumowa, Tersangka Pembobolan Bank BNI yang Kini Ditangkap Usia Buron 17 Tahun
Baca: Yasonna Sukses Bawa Pulang Buronan Pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia
Pembobolan Bank BNI
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Ditangkap Interpol pada 2019
Baca: Maria Pauline Lumowa Tersangka Pembobolan BNI Rp1,7 Triliun Buron 17 Tahun, Diekstradisi dari Serbia
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
Pemerintah pun merespons cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Ilham Rian Pratama)