Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU RI Minta Kewenangan Tangani Pelanggaran Kode Etik KPU Daerah

Saat ini, revisi Undang-Undang Pemilihan Umum sedang dilakukan penyusunan draf dan tahap penyampaian masukan fraksi.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPU RI Minta Kewenangan Tangani Pelanggaran Kode Etik KPU Daerah
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Komisioner KPU RI Ilham Saputra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sedang membahas revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Saat ini, revisi Undang-Undang Pemilihan Umum sedang dilakukan penyusunan draf dan tahap penyampaian masukan fraksi.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ilham Saputra, mengusulkan pembentuk undang-undang agar KPU RI berwenang menangani pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Sementara itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hanya menangani pelanggaran kode etik yang dilakukan komisioner KPU RI.

"Kalau ada etik ya mungkin KPU RI saja dipersoalkan. Bukan (KPU,-red) kabupaten/kota disoal, provinsi disoal. Nah mungkin untuk pelanggaran etik KPU Provinsi dan kabupaten/kota ini bisa kami yang kemudian menyelesaikan," kata Ilham, di sesi diskusi, Pemilu Serentak 2019: Catatan Pengalaman Indonesia' yang disiarkan secara online, Minggu (12/7/2020).

Baca: Wapres Maruf Amin: Pilkada Serentak Jangan Jadi Gelombang Baru Penyebaran Covid-19

Dia membandingkan kewenangan KPU RI dengan lembaga penyelenggara pemilu di luar negeri.

Menurut dia, KPU RI seharusnya mempunyai kewenangan besar dalam menyelenggarakan pesta demokrasi di Indonesia.

Berita Rekomendasi

"Jadi, KPU mempunyai kewenangan besar dan fokus pada proses penyelenggaraan pemilu," ujarnya.

Selama ini, dia menilai, lembaga yang dipimpin Arief Budiman itu beberapa kali harus berurusan dengan DKPP karena dugaan pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPU di tingkat daerah.

Dia menyarankan pelaporan pelanggaran etik itu seharusnya disaring. Banyaknya pelaporan yang ditangani DKPP tanpa ada proses penyaringan menggangu kerja dari penyelenggara pemilu tersebut.

"Kasus-kasus untuk pelanggaran etik, ini menggangu kami. Seharusnya banyak aduan yang disortir terlebih dahulu sehingga kami bisa bekerja lebih leluasa," tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia mengatakan DPR akan mengevaluasi keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu.

Menurut dia, evaluasi itu akan dilakukan untuk bahan masukan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang tengah digodok.

Ada tiga hal menyangkut kewenangan dan komposisi keanggotaan mengapa keberadaan DKPP perlu dievaluasi.

"Pertama, saya melihat kewenangan DKPP ini terlalu kuat, yaitu putusannya itu final dan mengikat, sudah setara dengan lembaga tinggi negara seperti MA dan MK," kata Doli, Selasa (19/5/2020).

Kedua, lanjut Doli, adalah kewenangan DKPP yang menurutnya harus diperjelas. Poin mengenai kewenangan tersebut akan menentukan sampai di mana batas pelanggaran etika yang bisa disidangkan oleh DKPP.

Pasalnya, jika tidak ditentukan batas pelanggaran dikhawatirkan akan muncul subjektivitas DKPP saat memberikan keputusan sidang.

Ketiga, terkait komposisi keanggotaan DKPP.

Menurut Doli, DKPP seharusnya diisi oleh figur-figur yang memiliki kapabilitas dari segi ketokohan dan kemampuan hukum, memiliki kredibilitas dan berpengalaman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas